Tugas Kampus Ku
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tugas Kampus untuk DosenKu Mr. Muhamad Danuri, M.Kom


You are not connected. Please login or register

Undang-Undang HAKI

+11
itapuspitasari
farida
Ambar N
Agus Setyowati
ERMA FITRIASARI
erna erfiana (10020817)
ARI SULASTRI
Dayu Sukma
Anita Widiastuti
Adi Romadhon
admin
15 posters

Go down  Message [Halaman 1 dari 1]

1Undang-Undang HAKI Empty Undang-Undang HAKI Tue Jun 26, 2012 7:22 pm

admin

admin
Admin

Kumpulan Tugas Undang-Undang HAKI

https://tugasku.forumid.net

Adi Romadhon

Adi Romadhon

Adi Romadhon
NIM : 10010846


DESAIN INDUSTRI (HAKI)
Klik Di Sini....OK:
Undang-Undang HAKI Minum



Terakhir diubah oleh Adi Romadhon tanggal Wed Jul 04, 2012 12:27 am, total 1 kali diubah

Anita Widiastuti

Anita Widiastuti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2000
TENTANG
DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK IN
DONESIA,

Menimbang:
a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b. bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
2. Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.
3. Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
4. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan.
6. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
7. Pemegang Hak adalah Pemegang Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, yaitu Pendesain atau penerima hak dari Pendesain yang terdaftar dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
8. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual termasuk Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
9. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.
10. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang ini.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan Paten, Merek, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu serta bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.

BAB II
LINGKUP DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
Bagian Pertama
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang Mendapat Perlindungan
Pasal 2
[/center]

(1) Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan untuk Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang orisinal.
(2) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dinyatakan orisinal apabila desain tersebut merupakan hasil karya mandiri Pendesain, dan pada saat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para Pendesain.
Bagian Kedua
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang Tidak Mendapat Perlindungan

Pasal 3
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak dapat diberikan jika Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pasal 4
(1) Perlindungan terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada Pemegang Hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial di mana pun, atau sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Dalam hal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu telah dieksploitasi secara komersial, Permohonan harus diajukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan selama 10 (sepuluh) tahun.
(4) Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Bagian Keempat
Subjek Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Pasal 5
(1) Yang berhak memperoleh Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
(2) Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.

Pasal 6
(1) Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3) Jika suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 7
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus Hak Pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Bagian Kelima
Lingkup Hak

Pasal 8
(1) Pemegang Hak memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian Desain yang telah diberi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemakaian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT
TERPADU
Bagian Pertama
Umum

Pasal 9
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar Permohonan.
P
asal 10
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.
(3) Permohonan harus memuat:
a. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;
b. nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan Pendesain;
c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;
d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan
e. tanggal pertama kali dieksploitasi secara komersial apabila sudah pernah dieksploitasi sebelum Permohonan diajukan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan:
a. salinan gambar atau foto serta uraian dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimohonkan pendaftarannya;
b. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. surat pernyataan bahwa Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimohonkan pendaftarannya adalah miliknya;
d. surat keterangan yang menjelaskan mengenai tanggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf e.
(5) Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.
(6) Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang bersangkutan.
(7) Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pasal 12
(1) Pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, harus mengajukan Permohonan melalui Kuasa.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyatakan dan memilih domisili hukumnya di Indonesia.

Pasal 13
Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedua
Waktu Penerimaan Permohonan

P
asal 14
Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan, dengan syarat Pemohon telah:
a. mengisi formulir Permohonan;
b. melampirkan salinan gambar atau foto dan uraian dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang dimohonkan; dan
c. membayar biaya Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).

Pasal 15
(1) Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat dan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 13, Direktorat Jenderal memberitahukan kepada Pemohon atau Kuasanya agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan pemenuhan kekurangan tersebut.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) bulan atas permintaan Pemohon.

Pasal 16
(1) Apabila kekurangan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.
(2) Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.
Bagian Ketiga
Penarikan Kembali Permohonan

Pasal 17

Permintaan penarikan kembali Permohonan dapat diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal oleh Pemohon atau Kuasanya selama Permohonan tersebut belum mendapat keputusan.
Bagian Keempat
Kewajiban Menjaga Kerahasiaan

P
asal 18
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama 12 (dua belas) bulan sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apa pun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan/atau atas nama Direktorat Jenderal dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh, memegang, atau memiliki hak yang berkaitan dengan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, kecuali jika pemilikan tersebut diperoleh karena pewarisan.

Pasal 19
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan/atau atas nama Direktorat Jenderal berkewajiban menjaga kerahasiaan Permohonan sampai dengan diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.

Bagian Kelima
Pemberian Hak dan Pengumuman

P
asal 20
(1)
Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 10, dan Pasal 11 terhadap Permohonan.
(2) Terhadap Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 10, dan Pasal 11, Direktorat Jenderal memberikan hak atas Permohonan tersebut, dan mencatatnya dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu atau sarana lain.
Pasal 21
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), Direktorat Jenderal mengeluarkan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pasal 22
(1) Pihak yang memerlukan salinan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat memintanya kepada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian salinan Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB IV
PENGALIHAN HAK DAN LISENSI

Bagian Pertama
Pengalihan Hak

Pasal 23

(1) Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak.
(3) Segala bentuk pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(4) Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(5) Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pasal 24
Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu maupun dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 25
Pemegang Hak berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali jika diperjanjikan lain.

Pasal 26
Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pemegang Hak tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, kecuali jika diperjanjikan lain.

Pasal 27
(1) Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Perjanjian Lisensi yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
(3) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pasal 28
(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB V
PEMBATALAN PENDAFTARAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Bagian
Pertama
Pembatalan Pendaftaran Berdasarkan Permintaan Pemegang Hak

Pasal 29
(1) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu terdaftar dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal atas permintaan tertulis yang diajukan oleh Pemegang Hak.
(2) Pembatalan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan apabila penerima Lisensi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang tercatat dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu tidak memberikan persetujuan secara tertulis, yang dilampirkan pada permintaan pembatalan pendaftaran tersebut.
(3) Keputusan pembatalan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada:
a. Pemegang Hak;
b. penerima Lisensi jika telah dilisensikan sesuai dengan catatan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
c. pihak yang mengajukan pembatalan dengan menyebutkan bahwa Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal keputusan pembatalan.
(4) Keputusan pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Bagian Kedua
Pembatalan Pendaftaran Berdasarkan Gugatan

Pasal 30
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 3 kepada Pengadilan Niaga.
(2) Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tentang pembatalan pendaftaran Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan diucapkan.

Bagian Ketiga
Tata Cara Gugatan

Pasal 31
1 Gugatan pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
2 Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
3 Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
4 Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
5 Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
6 Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
7 Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
8 Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
9 Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8.) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
10 Salinan putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

Pasal 32
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) hanya dapat dimohonkan kasasi.
/Pasal 33
[b]
1 Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut.
2 Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
3 Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4 Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
5 Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterimanya.
6 Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi dan/atau kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5).
7 Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
8 Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
9 Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
10 Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
11 Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
12 Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.
[b]

Pasal 34
Direktorat Jenderal mencatat putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Bagian Keempat
Akibat Pembatalan Pendaftaran

P
asal 35
Pembatalan pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan hak-hak lain yang berasal dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pasal 36
1 Dalam hal pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dibatalkan berdasarkan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, penerima Lisensi tetap berhak melaksanakan Lisensinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi.
2 Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib dilakukannya kepada Pemegang Hak yang haknya dibatalkan, tetapi wajib mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu Lisensi yang dimilikinya kepada Pemegang Hak yang sebenarnya.

BAB VI
BIAYA

Pasal 37
1 Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, permintaan salinan Sertifikat Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, pencatatan pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, pencatatan perjanjian Lisensi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, serta permintaan lain yang ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
3 Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38
Pemegang Hak atau penerima Lisensi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, berupa:
a. gugatan ganti rugi; dan/atau
b. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Niaga.

P
asal 39
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Pasal 40
Tata cara gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 dan Pasal 33 berlaku secara mutatis mutandis terhadap gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.

BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 41
1 Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
2 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; dan/atau
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
3 Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
4 Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA

P
asal 42
1 Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan salah satu perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2 Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 19, atau Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
3 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 244


sumber :
www.hukumonline.com

4Undang-Undang HAKI Empty Undang-Undang HAKI Sun Jul 01, 2012 10:17 pm

Dayu Sukma

Dayu Sukma

bounce bounce Dayu Sukma bounce bounce

(10010855)


Undang – Undang Nomor 19
Tahun 2002
.

Spoiler:

Wink Wink Sumber :
• www.Dgip.go.id
• www.KCI.or.id

• www.Hukum Online.com



Terakhir diubah oleh Dayu Sukma tanggal Mon Jul 02, 2012 9:45 pm, total 1 kali diubah

5Undang-Undang HAKI Empty Re: Undang-Undang HAKI Mon Jul 02, 2012 4:13 am

ARI SULASTRI

ARI SULASTRI

RAHASIA DAGANG

Pengertian

Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Lingkup Rahasia Dagang

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Rahasia Dagang dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakat umum. Rezim HKI ini merupakan salah satu cara yang tepat untuk melindungi ide, selain Paten.

Lama Perlindungan

Beberapa alasan/keuntungan penerapan Rahasia Dagang dibandingkan Paten adalah karya intelektual tidak memenuhi persyaratan paten, masa perlindungan yang tidak terbatas, proses perlindungan tidak serumit dan semahal paten, lingkup dan perlindungan geografis lebih luas.

Pelanggaran dan Sanksi

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan dan mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan, atau pihak lain yang memperoleh/menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Prosedur Perlindungan

Untuk mendapat perlindungan Rahasia Dagang tidak perlu diajukan pendaftaran (berlangsung secara otomatis), karena undang-undang secara langsung melindungi Rahasia Dagang tersebut apabila informasi tersebut bersifat rahasia, bernilai ekonomis dan dijaga kerahasiaannya, kecuali untuk lisensi Rahasia Dagang yang diberikan. Lisensi Rahasia Dagang harus dicatatkan ke Ditjen. HKI - DepkumHAM. Very Happy Surprised Smile Wink
sumber : DITRKS Institut Pertanian Bogor

[b][/color]

6Undang-Undang HAKI Empty undang-undang no 14 tentang paten Mon Jul 02, 2012 8:25 pm

erna erfiana (10020817)

erna erfiana (10020817)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2001
TENTANG
PATEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan
teknologi, industri, dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan adanya Undang-undang Paten
yang dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi Inventor;
b. bahwa hal tersebut pada butir a juga diperlukan dalam rangka menciptakan iklim persaingan usaha
yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b serta memperhatikan
pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Paten yang ada, dipandang perlu untuk
menetapkan Undang-undang Paten yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara
Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
5. Permohonan adalah permohonan Paten yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut
dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam
Daftar Umum Paten.
7. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
8. Pemeriksa adalah seseorang yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri sebagai
pejabat fungsional Pemeriksa Paten dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu tugas dan tanggung
jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah
departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
administratif.
12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang
tergabung dalam Paris Convention for the protection of Industrial Property atau Agreement
Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah
satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian
pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam
jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.
BAB II
LINGKUP PATEN
Bagian Pertama
Invensi yang Dapat Diberi Paten
Pasal 2
(1). Paten diberikan untuk Invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam
industri.
(2) Suatu Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
(3) Penilaian bahwa suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan
dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat
diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.
Pasal 3
(1) Suatu Invensi dianggap baru jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan
teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
(2) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi yang
telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan,
atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas.
(3) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen
Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang
pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada
Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.
Pasal 4
(1) Suatu Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sebelum Tanggal Penerimaan:
a. Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar
negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang
resmi atau diakui sebagai resmi;
b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan
tujuan penelitian dan pengembangan.
(2) Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum
Tanggal Penerimaan, ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan Invensi tersebut.
Pasal 5
Suatu Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri
sebagaimana yang diuraikan dalam Permohonan.
Pasal 6
Setiap Invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh
bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk
Paten Sederhana.
Pasal 7
Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:
a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap
manusia dan/atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis
atau proses mikrobiologis.
Bagian Kedua
Jangka Waktu Paten
Pasal 8
(1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan
dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
(2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan.
Pasal 9
Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan
jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Bagian Ketiga
Subjek Paten
Pasal 10
(1) Yang berhak memperoleh Paten adalah Inventor atau yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang
bersangkutan.
(2) Jika suatu Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas Invensi tersebut
dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Pasal 11
Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk
pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan.
Pasal 12
(1) Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja
adalah pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh
karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya
sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi.
(3) Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak
dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan:
a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus;
d. gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus; atau
e. bentuk lain yang disepakati para pihak;
yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
(5) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan,
keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan
hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten.
Pasal 13
(1) Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan lain dalam Undang-undang ini, pihak yang melaksanakan
suatu Invensi pada saat Invensi yang sama dimohonkan Paten tetap berhak melaksanakan Invensi tersebut
sebagai pemakai terdahulu sekalipun terhadap Invensi yang sama tersebut kemudian diberi Paten.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Permohonan yang diajukan
dengan Hak Prioritas.
Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak berlaku apabila pihak yang melaksanakan Invensi
sebagai pemakai terdahulu melakukannya dengan menggunakan pengetahuan tentang Invensi tersebut dari
uraian, gambar, atau keterangan lainnya dari Invensi yang dimohonkan Paten.
Pasal 15
(1) Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 hanya dapat diakui
sebagai pemakai terdahulu apabila setelah diberikan Paten terhadap Invensi yang sama, ia mengajukan
permohonan untuk itu kepada Direktorat Jenderal.
(2) Permohonan pengakuan sebagai pemakai terdahulu wajib disertai bukti bahwa pelaksanaan Invensi
tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan uraian, gambar, contoh, atau keterangan lainnya dari Invensi
yang dimohonkan Paten.
(3) Pengakuan sebagai pemakai terdahulu diberikan oleh Direktorat Jenderal dalam bentuk surat keterangan
pemakai terdahulu dengan membayar biaya.
(4) Surat keterangan pemakai terdahulu berakhir pada saat yang bersamaan dengan saat berakhirnya Paten
atas Invensi yang sama tersebut.
(5) Tata cara untuk memperoleh pengakuan pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemegang Paten
Pasal 16
(1) Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi
Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang
dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan
dari penggunaan Paten-proses yang dimilikinya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila pemakaian Paten
tersebut untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten.
Pasal 17
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1), Pemegang Paten wajib membuat produk
atau menggunakan proses yang diberi Paten di Indonesia.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pembuatan produk atau
penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat disetujui oleh Direktorat Jenderal
apabila Pemegang Paten telah mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan bukti yang
diberikan oleh instansi yang berwenang.
(4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata-cara pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya Paten dan pencatatan lisensi, Pemegang Paten atau penerima
lisensi suatu Paten wajib membayar biaya tahunan.
Bagian Kelima
Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Paten
Pasal 19
Dalam hal suatu produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk membuat produk yang bersangkutan telah
dilindungi Paten yang berdasarkan Undang-undang ini, Pemegang Paten-proses yang bersangkutan berhak
atas dasar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor
apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi Paten.
BAB III
PERMOHONAN PATEN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 20
Paten diberikan atas dasar Permohonan.
Pasal 21
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu
kesatuan Invensi.
Pasal 22
Permohonan diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jenderal.
Pasal 23
(1) Apabila Permohonan diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor, Permohonan tersebut harus disertai
pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan.
(2) Inventor dapat meneliti surat Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen
Permohonan tersebut.
Pasal 24
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal.
(2) Permohonan harus memuat:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. alamat lengkap dan alamat jelas Pemohon;
c. nama lengkap dan kewarganegaraan Inventor;
d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
e. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan oleh Kuasa;
f. pernyataan permohonan untuk dapat diberi Paten;
g. judul Invensi;
h. klaim yang terkandung dalam Invensi;
i. deskripsi tentang Invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan
Invensi;
j. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan
k. untuk memperjelas Invensi; dan
l. abstrak Invensi.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengajuan Permohonan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Pasal 25
(1) Permohonan dapat diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya.
(2) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang telah
terdaftar di Direktorat Jenderal.
(3) Terhitung sejak tanggal penerimaan kuasanya, Kuasa wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh
dokumen Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 26
(1) Permohonan yang diajukan oleh Inventor atau Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak
berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2) Inventor atau Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyatakan dan memilih tempat
tinggal atau kedudukan hukum di Indonesia untuk kepentingan Permohonan tersebut.
Bagian Ketiga
Permohonan dengan Hak Prioritas
Pasal 27
(1) Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the
Protection of Industrial Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal
penerimaan permohonan Paten yang pertama kali diterima di negara mana pun yang juga ikut serta dalam
konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.
(2) Dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam Permohonan, Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang
bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas.
(3) Apabila syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tidak
dapat diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 28
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap
Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas.
(2) Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan yang diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas
tersebut dilengkapi:
a. salinan sah surat-surat yang berkaitan dengan hasil
b. pemeriksaan substantif yang dilakukan terhadap permohonan Paten yang pertama kali di luar
negeri; salinan sah dokumen Paten yang telah diberikan sehubungan dengan permohonan Paten
yang pertama kali di luar negeri;
c. salinan sah keputusan mengenai penolakan atas permohonan Paten yang pertama kali di luar
negeri bilamana permohonan Paten tersebut ditolak;
d. salinan sah keputusan pembatalan Paten yang bersangkutan yang pernah dikeluarkan di luar negeri
bilamana Paten tersebut pernah dibatalkan;
e. dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa Invensi yang dimintakan Paten
memang merupakan Invensi baru dan benar-benar mengandung langkah inventif serta dapat
diterapkan dalam industri.
(3) Penyampaian salinan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai tambahan
penjelasan secara terpisah oleh Pemohon.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan bukti Hak Prioritas dari Direktorat Jenderal dan Permohonan
yang diajukan dengan Hak Prioritas diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan
Pasal 30
(1) Tanggal Penerimaan adalah tanggal Direktorat Jenderal menerima surat Permohonan yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b, huruf f,
huruf h, dan huruf i, serta huruf j jika Permohonan tersebut dilampiri gambar, serta setelah dibayarnya biaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Dalam hal deskripsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf h dan huruf i ditulis dalam
bahasa Inggris, deskripsi tersebut harus dilengkapi dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan
harus disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Apabila terjemahan dalam bahasa Indonesia tidak diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali.
(3) Tanggal Penerimaan dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 31
Dalam hal terdapat kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2),
Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya seluruh persyaratan minimum tersebut oleh Direktorat
Jenderal.
Pasal 32
(1) Apabila ternyata syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 telah dipenuhi, tetapi ketentuanketentuan
lain dalam Pasal 24 belum dipenuhi, Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan tersebut
dipenuhi paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman permintaan pemenuhan seluruh
persyaratan tersebut oleh Direktorat Jenderal.
(2) Berdasarkan alasan yang disetujui oleh Direktorat Jenderal, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) bulan atas permintaan Pemohon.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan
setelah berakhirnya jangka waktu tersebut dengan ketentuan bahwa Pemohon dikenai biaya.
Pasal 33
Apabila seluruh persyaratan dengan batas jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak
dipenuhi, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan
dianggap ditarik kembali.
Pasal 34
(1) Apabila untuk satu Invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu Permohonan oleh Pemohon yang
berbeda, Permohonan yang diajukan pertama yang dapat diterima.
(2) Apabila beberapa Permohonan untuk Invensi yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
pada tanggal yang sama, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada para Pemohon untuk
berunding guna memutuskan Permohonan mana yang diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu
kepada Direktorat Jenderal paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan
tersebut.
(3) Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara para Pemohon, tidak dimungkinkan
dilakukannya perundingan, atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Direktorat Jenderal dalam
waktu yang ditentukan pada ayat (2), Permohonan itu ditolak dan Direktorat Jenderal memberitahukan
penolakan tersebut secara tertulis kepada para Pemohon.
Bagian Kelima
Perubahan Permohonan
Pasal 35
Permohonan dapat diubah dengan cara mengubah deskripsi dan/atau klaim dengan ketentuan bahwa
perubahan tersebut tidak memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
Pasal 36
(1) Pemohon dapat mengajukan pemecahan Permohonan semula apabila suatu Permohonan terdiri atas
beberapa Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam
satu Permohonan atau lebih dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimohonkan dalam setiap
Permohonan tersebut tidak memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam Permohonan
semula.
(3) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling lama sebelum
Permohonan semula tersebut diberi keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) atau Pasal
56 ayat (1).
(4) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24, dianggap diajukan pada tanggal yang
sama dengan Tanggal Penerimaan semula.
(5) Dalam hal Pemohon tidak mengajukan Permohonan pemecahan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), pemeriksaan substantif atas Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi
sebagaimana dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama dalam Permohonan semula.
Pasal 37
Permohonan dapat diubah dari Paten menjadi Paten Sederhana atau sebaliknya oleh Pemohon dengan
tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37
diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keenam
Penarikan Kembali Permohonan
Pasal 39
(1) Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon dengan mengajukannya secara tertulis kepada
Direktorat Jenderal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan kembali Permohonan diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketujuh
Larangan Mengajukan Permohonan dan
Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
Pasal 40
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau sesudah berhenti karena
alasan apa pun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya
bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh Paten,
atau dengan cara apa pun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali
apabila pemilikan Paten itu diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya
terkait dengan tugas Direktorat Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen
Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.


sumber:http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/157/uu14_tahun2001.pdf

7Undang-Undang HAKI Empty Undang-undang HAKI Mon Jul 02, 2012 8:58 pm

ERMA FITRIASARI

ERMA FITRIASARI


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan
dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek;

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564)

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG UNDANG TENTANG MEREK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

*Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
3. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
4. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan.
7. Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri, dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan pendaftaran Merek.
8. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hak kekayaan intelektual, termasuk Merek.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
15. Hari adalah hari kerja.

BAB II
LINGKUP MEREK

Bagian Pertama
Umum

*Pasal 2
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa.
*Pasal 3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Bagian Kedua
Merek yang Tidak Dapat Didaftar
dan yang Ditolak
*Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.
*Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum; atau
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
*Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Syarat dan Tata Cara Permohonan

*Pasal 7
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun;
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
(4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
(5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
(6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
(7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8 Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
(9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

*Pasal 8
(1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.
(3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

*Pasal 9
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
*Pasal 10
(1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia.

Bagian Kedua
Permohonan Pendaftaran Merek
dengan Hak Prioritas

*Pasal 11
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.
*Pasal 12
(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut.
(2) Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa menggunakan Hak Prioritas.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan
Pendaftaran Merek

*Pasal 13
(1) Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12.
(2) Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut.
(3) Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.

*Pasal 14
(1) Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.
(2) Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan
Pendaftaran Merek

*Pasal 15
(1) Dalam hal seluruh persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 telah dipenuhi, terhadap Permohonan diberikan Tanggal Penerimaan.
(2) Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Direktorat Jenderal.

Bagian Kelima
Perubahan dan Penarikan Kembali
Permohonan Pendaftaran Merek

*Pasal 16
Perubahan atas Permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.
*Pasal 17
(1) Selama belum memperoleh keputusan dari Direktorat Jenderal, Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.
(2) Apabila penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kuasanya, penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali tersebut.
(3) Dalam hal Permohonan ditarik kembali, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

BAB IV
PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Pemeriksaan Substantif

*Pasal 18
(1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
(2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
(3) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan.

*Pasal 19
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal.
(2) Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh Menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu.
(3) Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

*Pasal 20
(1) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau Kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasan.
(4) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal menetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
(5) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(6) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, ditetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
(7) Keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan.
8 Dalam hal Permohonan ditolak, segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Kedua
Pengumuman Permohonan

*Pasal 21
Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya Permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek.
*Pasal 22
(1) Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal.
(2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 23
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan alamat lengkap Pemohon, termasuk Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa bagi Merek yang dimohonkan pendaftarannya;
c. Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan
e. contoh Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin.

Bagian Ketiga
Keberatan dan Sanggahan

*Pasal 24
(1) Selama jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak.
(3) Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya.

*Pasal 25
(1) Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 kepada Direktorat Jenderal.
(2) Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal.

Bagian Keempat
Pemeriksaan Kembali

*Pasal 26
(1) Dalam hal terdapat keberatan dan/atau sanggahan, Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan/atau sanggahan tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam pemeriksaan kembali terhadap Permohonan yang telah selesai diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Pemeriksaan kembali terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan dapat diterima, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak; dan dalam hal demikian itu, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan banding.
(5) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.

*Pasal 27
(1) Dalam hal tidak ada keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(2) Dalam hal keberatan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.
(3) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar;
b. nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan diajukan berdasarkan Pasal 10;
c. tanggal pengajuan dan Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
e. etiket Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna apabila Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa f. Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin; nomor dan tanggal pendaftaran;
g. kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan
h. jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.
(4) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi Sertifikat Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan membayar biaya.

Bagian Kelima
Jangka Waktu Perlindungan
Merek Terdaftar

*Pasal 28
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Bagian Keenam
Permohonan Banding

*Pasal 29
(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.
(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

*Pasal 30
(1) Permohonan banding diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan Permohonan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.
(3) Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan penolakan itu.

*Pasal 31
(1) Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
(2) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan banding, Direktorat Jenderal melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kecuali terhadap Permohonan yang telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(3) Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut.
(4) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya dapat diajukan kasasi.

*Pasal 32
Tata cara permohonan, pemeriksaan serta penyelesaian banding diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketujuh
Komisi Banding Merek

*Pasal 33
(1) Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi hak kekayaan intelektual.
(2) Komisi Banding Merek terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan, serta Pemeriksa senior.
(3) Anggota Komisi Banding Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Merek.
(5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

*Pasal 34
Susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi Banding Merek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan
Merek Terdaftar

*Pasal 35
(1) Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut.
(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direktorat Jenderal.

*Pasal 36
Permohonan perpanjangan disetujui apabila:
a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; dan
b. barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan diperdagangkan.

*Pasal 37
(1) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36.
(2) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
(3) Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(4) Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.
(5) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.

*Pasal 38
(1) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.

Bagian Kesembilan
Perubahan Nama dan/atau Alamat
Pemilik Merek Terdaftar

*Pasal 39
(1) Permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2) Perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar yang telah dicatat oleh Direktorat Jenderal diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

BAB V
PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR

Bagian Pertama
Pengalihan Hak

*Pasal 40
(1) Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:
a. pewarisan;
b. wasiat;
c. hibah;
d. perjanjian; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek.
(3) Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang mendukungnya.
(4) Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(6) Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

*Pasal 41
(1) Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.
(2) Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa.

*Pasal 42
Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.
Bagian Kedua
Lisensi

*Pasal 43
(1) Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.
(2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
(3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
(4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 44
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain.
*Pasal 45
Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.
*Pasal 46
Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di Indonesia oleh pemilik Merek.
*Pasal 47
(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
(2) Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis penolakan beserta alasannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik Merek atau Kuasanya, dan kepada penerima Lisensi.

*Pasal 48
(1) Penerima Lisensi yang beriktikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi.
(2) Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan.
(3) Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi.

*Pasal 49
Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dan ketentuan mengenai perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB VI
MEREK KOLEKTIF

*Pasal 50
(1) Permohonan pendaftaran Merek Dagang atau Merek Jasa sebagai Merek Kolektif hanya dapat diterima apabila dalam Permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa Merek tersebut akan digunakan sebagai Merek Kolektif.
(2) Selain penegasan mengenai penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Permohonan tersebut wajib disertai salinan ketentuan penggunaan Merek tersebut sebagai Merek Kolektif, yang ditandatangani oleh semua pemilik Merek yang bersangkutan.
(3) Ketentuan penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;
b. pengaturan bagi pemilik Merek Kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan Merek tersebut; dan
c. sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan Merek Kolektif.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 51
Terhadap permohonan pendaftaran Merek Kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 50
*Pasal 52
Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Merek Kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20
*Pasal 53
(1) Perubahan ketentuan penggunaan Merek Kolektif wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(3) Perubahan ketentuan penggunaan Merek Kolektif berlaku bagi pihak ketiga setelah dicatat dalam Daftar Umum Merek.

*Pasal 54
(1) Hak atas Merek Kolektif terdaftar hanya dapat dialihkan kepada pihak penerima yang dapat melakukan pengawasan efektif sesuai dengan ketentuan penggunaan Merek Kolektif tersebut.
(2) Pengalihan hak atas Merek Kolektif terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3) Pencatatan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 55
Merek Kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.

BAB VII
INDIKASI-GEOGRAFIS DAN INDIKASI-ASAL

Bagian Pertama
Indikasi-Geografis

*Pasal 56
(1) Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
(2) Indikasi-geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh:
a. lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:
1. pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;
2. produsen barang hasil pertanian;
3. pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; atau
4. pedagang yang menjual barang tersebut;
b. lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; atau
c. kelompok konsumen barang tersebut.
(3) Ketentuan mengenai pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 berlaku secara mutatis mutandis bagi pengumuman permohonan pendaftaran indikasi-geografis.
(4) Permohonan pendaftaran indikasi-geografis ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut:
a. bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan, dan/atau kegunaannya;
b. tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi-geografis.
(5) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Merek.
(6) Ketentuan mengenai banding dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi permintaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Indikasi-geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi-geografis tersebut masih ada.
8Apabila sebelum atau pada saat dimohonkan pendaftaran sebagai indikasi-geografis, suatu tanda telah dipakai dengan iktikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang beriktikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai indikasi-geografis.
(9) Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran indikasi-geografis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

*Pasal 57
(1) Pemegang hak atas indikasi-geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi-geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi-geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.
(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket indikasi-geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

*Pasal 58
Ketentuan mengenai penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam BAB XII Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak atas indikasi-geografis.
Bagian Kedua
Indikasi-Asal

*Pasal 59
Indikasi-asal dilindungi sebagai suatu tanda yang:
a. memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1), tetapi tidak didaftarkan; atau
b. semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.
*Pasal 60
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemegang hak atas indikasi-asal.

BAB VIII
PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN
PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Penghapusan

*Pasal 61
(1) Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan.
(2) Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika:
a. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau
b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.
(3) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah karena adanya:
a. larangan impor;
b. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau
c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.

*Pasal 62
(1) Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal.
(2) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terikat perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.
(3) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dimungkinkan apabila dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.
(4) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 63
Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.
*Pasal 64
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 hanya dapat diajukan kasasi.
(2) Isi putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh panitera pengadilan yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
(3) Direktorat Jenderal melaksanakan penghapusan Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

*Pasal 65
(1) Penghapusan pendaftaran Merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut.
(2) Penghapusan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Penghapusan pendaftaran Merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas Merek yang bersangkutan.

*Pasal 66
(1) Direktorat Jenderal dapat menghapus pendaftaran Merek Kolektif atas dasar:
a. permohonan sendiri dari pemilik Merek Kolektif dengan persetujuan tertulis semua pemakai Merek Kolektif;
b. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut tidak dipakai selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal;
c. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jenis jasa yang dimohonkan pendaftarannya; atau
d. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan Merek Kolektif.
(2) Permohonan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Penghapusan pendaftaran Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

*Pasal 67
Penghapusan pendaftaran Merek Kolektif dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d.
Bagian Kedua
Pembatalan

*Pasal 68
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.
(2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.
(4) Dalam hal penggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.

*Pasal 69
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek.
(2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

*Pasal 70
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang memutuskan gugatan pembatalan hanya dapat diajukan kasasi.
(2) Isi putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
(3) Direktorat Jenderal melaksanakan pembatalan pendaftaran Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek setelah putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

*Pasal 71
(1) Pembatalan pendaftaran Merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut.
(2) Pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Pencoretan pendaftaran suatu Merek dari Daftar Umum Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(4) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas Merek yang bersangkutan.

*Pasal 72
Selain alasan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1), terhadap Merek Kolektif terdaftar dapat pula dimohonkan pembatalannya kepada Pengadilan Niaga apabila penggunaan Merek Kolektif tersebut bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1).

BAB IX
ADMINISTRASI MEREK

*Pasal 73
Administrasi atas Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
*Pasal 74
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Merek seluas mungkin kepada masyarakat.

BAB X
BIAYA

*Pasal 75
(1) Untuk setiap pengajuan Permohonan atau permohonan perpanjangan Merek, permohonan petikan Daftar Umum Merek, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar, pencatatan perjanjian Lisensi, keberatan terhadap Permohonan, permohonan banding serta (2) lain-lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang ini, wajib dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(4) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama
Gugatan atas Pelanggaran Merek

*Pasal 76
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a. gugatan ganti rugi, dan/atau b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.

*Pasal 77
Gugatan atas pelanggaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik Merek yang bersangkutan.
*Pasal 78
(1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas permohonan pemilik Merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.
(2) Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

*Pasal 79
Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.
Bagian Kedua
Tata Cara Gugatan pada Pengadilan Niaga

*Pasal 80
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
(2) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(3) Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
(4) Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
(6) Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(7) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
(Cool Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(9) Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (Cool yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(10) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

Pasal 81
Tata cara gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 80 berlaku secara mutatis mutandis terhadap gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 76.
Bagian Ketiga
Kasasi

*Pasal 82
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 8 hanya dapat diajukan kasasi.
Pasal 83
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
(4) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
(6) Panitera wajib menyampaikan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
8 Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(9) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.

Bagian Keempat
Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pasal 84
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
BAB XII
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN

*Pasal 85
Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang:
a. pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak Merek;
b. penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Merek tersebut.
*Pasal 86
(1) Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dengan persyaratan sebagai berikut:
a. melampirkan bukti kepemilikan Merek;
b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran Merek;
c. keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian;
d. adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran Merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti; dan
e. membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank.
(2) Dalam hal penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 telah dilaksanakan, Pengadilan Niaga segera memberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan dan memberikan kesempatan kepada pihak tersebut untuk didengar keterangannya.

*Pasal 87
Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus memutuskan untuk mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
*Pasal 88
Dalam hal penetapan sementara:
a. dikuatkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan dan pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud Pasal 76;
b. dibatalkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya penetapan sementara tersebut.

BAB XIII
PENYIDIKAN

*Pasal 89
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Merek;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Merek; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

*Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
*Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
*Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis (3) milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

*Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
*Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
*Pasal 95
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

*Pasal 96
(1) Permohonan, perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar, pencatatan pengalihan hak, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, permintaan penghapusan atau pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek tetapi belum selesai pada tanggal berlakunya undang-undang ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut.
(2) Semua Merek yang telah didaftar berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek dan masih berlaku pada saat diundangkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-undang ini untuk selama sisa jangka waktu pendaftarannya.

*Pasal 97
Terhadap Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) tetap dapat diajukan gugatan pembatalan kepada Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 atau Pasal 6.
*Pasal 98
Sengketa Merek yang masih dalam proses di pengadilan pada saat Undang-undang ini berlaku tetap diproses berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek sampai mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
*Pasal 99
Semua peraturan pelaksanaan yang dibuat berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

*Pasal 100
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek dinyatakan tidak berlaku.
*Pasal 101
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK NDONESIA,

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Sumber
www.kraksaan.com

Agus Setyowati

Agus Setyowati

Agus Setyowati
(10020807)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2000
TENTANG
RAHASIA DAGANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

,Menimbang :
a.bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangannasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasimasyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagangsebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b.bahwa Indonesia telah meratifikasi
Agreement Establishing the World Trade Organization 
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights 
(Persetujuan TRIPs) denganUndang-undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenaiRahasia Dagang;
c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perludibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang;

Mengingat :
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing theWorld Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia),(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3564);
3.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817)


Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA DAGANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologidan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dandijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
2.Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-undang ini.
3.Menteri adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugasdan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk RahasiaDagang.
4.Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada dibawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
5.Lisensiadalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihaklain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi perlindungandalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.

BAB II
LINGKUP RAHASIA DAGANG
Pasal 2
Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metodepenjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dantidak diketahui oleh masyarakat umum.
Pasal 3
(1)Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia,mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
(2) Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihaktertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
(3) Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapatdigunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapatmeningkatkan keuntungan secara ekonomi.
(4)Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yangmenguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.



BAB III
HAK PEMILIK RAHASIA DAGANG
Pasal 4
Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk :
a.menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
b.memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan RahasiaDagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untukkepentingan yang bersifat komersial.

BAB IV
PENGALIHAN HAK DAN LISENSI
Bagian PertamaPengalihan Hak
Pasal 5
(1) Hak Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan :
a.pewarisan;
b.hibah;
c.wasiat;
d.perjanjian tertulis; atau
e.sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengandokumen tentang pengalihan hak.
(3) Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajibdicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalamUndang-undang ini.
(4) Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidakberakibat hukum pada pihak ketiga.
(5) Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalamBerita Resmi Rahasia Dagang.

Bagian KeduaLisensi
Pasal 6
Pemegang Hak Rahasia Dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkanperjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.
pasal 7
Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pemegang HakRahasia Dagang tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihakketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jikadiperjanjikan lain.
Pasal 8
(1)Perjanjian Lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biayasebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal tidakmempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga
(3) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita ResmiRahasia Dagang.
Pasal 9
(1)Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yangmerugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persainganusaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuansebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB V
B I A Y A
Pasal 10
(1)Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang dikenai biayayang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biayasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat mengelolasendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku.



 
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 11
(1) Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yangdengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,berupa :a. gugatan ganti rugi; dan/ataub. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Negeri.
Pasal 12
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pihak dapatmenyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

BAB VII
PELANGGARAN RAHASIA DAGANG
Pasal 13
Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkanRahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulisuntuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.
Pasal 14
Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh ataumenguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dianggap pelanggaran Rahasia Dagangapabila :
a.tindakan pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan Rahasia Dagang tersebutdidasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, atau keselamatanmasyarakat;
b.tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagangmilik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebihlanjut produk yang bersangkutan


BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 16
.(1)Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai NegeriSipil di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi HakKekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalamUndang-uundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukanpenyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang
.(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengantindak pidana di bidang Rahasia Dagang;
b.melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidangRahasia Dagang;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwatindak pidana di bidang Rahasia Dagang;
d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaandengan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang;
e.melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang buktipembukuan, pencatatan dan dokumen lain;
f.melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapatdijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; dan/atau
g.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Rahasia Dagang.
.(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalammelaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasilpenyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
.(4) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melaluiPenyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107Undang-undang Nomor 8 Tahun 1991 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain ataumelakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.


 
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Atas permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapatmemerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLI INDONESIA,ttd DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 24

Sumber :
www.scribd.com/UU-No-30-tahun-2000-tentang-rahasia-dagang.

lol! flower lol!

9Undang-Undang HAKI Empty Re: Undang-Undang HAKI Tue Jul 03, 2012 9:46 pm

Ambar N



UU NO.14 TAHUN 2001 TENTANG HAK PATEN

Hak paten, atau lebih sering disebut paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara, dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia, kepada investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, ps.1, ay.1).
Kata paten, diambil dari bahasa Inggris yaitu “patent”, yang awalnya berasal dari kata “patere” yang artinya membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.

Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

HAK PATEN DI INDONESIA

PENGERTIAN HAK PATEN

Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):

•Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay.2)

•Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)

Secara garis besar, manfaat dari perlindungan paten adalah sebagai berikut:

•Merupakan insentif untuk menghasilkan teknologi baru
•Menciptakan iklim yang mendorong penerapan teknologi baru dalam industri secara sukses
•Mendorong alih teknologi
•Merupakan alat untuk perencanaan dan perumusan industri
•Mendorong penanaman modal
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran paten sangat penting apalagi dijaman modern ini. Industri banyak berkembang, kreasi-kreasi dan penemuan-penemuan baru banyak diciptakan

HAL-HAL YANG TIDAK DAPAT DIBERI HAK PATEN

Paten tidak diberikan untuk :
• Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.
• Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
• Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.

JANGKA WAKTU PATEN

Paten diberikan untuk jangka waktu selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Hak Khusus Pemegang Paten
Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
• dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
• dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya

PENGUMUMAN PERMINTAAN PATEN

Kantor paten mengumumkan permintaan paten yang telah memenuhi ketentuan (pasal 29 dan pasal 30 UU No. 13/1997) serta permintaan tidak ditarik kembali. Pengumuman dilakukan :
• Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten;atau
• Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali apabila permintaan paten diajukan dengan hak prioritas.
• Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan : nama dan alamat lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan kuasa apabila permintaan diajukan melalui kuasa,judul penemuan
tanggal pengajuan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten dengan hak prioritas : tanggal, nomor dan negara di mana permintaan paten yang pertama kali diajukan,abstrak,
klasifikasi penemuan,gambar (bila ada)

BERAKHIRNYA PATEN

Suatu paten dapat berakhir bila :
• Selama tiga tahun berturut-turut pemegang paten tidak membayar biaya tahunan, maka paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut.
• Tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang kedelapan belas tersebut.

HAK MENGGUGAT

Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang yang berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

Sumber : http://vania080991.blogspot.com/2011/03/hak-hak-paten.html

10Undang-Undang HAKI Empty Re: Undang-Undang HAKI Fri Jul 06, 2012 2:00 pm

farida

farida

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2000
TENTANG
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
a.bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, maka pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional;
b.bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan tersedianya varietas unggul;
c.bahwa sumberdaya plasma nutfah yang merupakan bahan utama pemuliaan tanaman, perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka merakit dan mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan pihak manapun yang terkait guna mendorong pertumbuhan industri perbenihan;
d.bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peran serta perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut secara memadai;
e.bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan varietas tanaman perlu diatur dengan undang-undang;
f.bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, d, dan e, dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai perlindungan varietas tanaman dalam suatu undang-undang.

Mengingat:
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3680);
3.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi daya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
4.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
5.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
6.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888).



Dengan Persetujuan Bersama Antara:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2.Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak perlindungan. Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
3.Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
4.Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
5.Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
6.Konsultan Perlindungan Varietas Tanaman adalah orang atau badan hukum yang telah tercatat dalam daftar konsultan Perlindungan Varietas Tanaman di Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
7.Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
8.Pemeriksa Perlindungan Varietas Tanaman adalah pejabat yang berdasarkan keahliannya diangkat oleh Menteri dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif dan memberikan rekomendasi-rekomendasi atas permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman.
9.Kantor Perlindungan Varietas Tanaman adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
10.Menteri adalah Menteri Pertanian.
11.Departemen adalah Departemen Pertanian.
12.Hak prioritas adalah hak yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia setelah mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk varietas tanaman yang sama di negara lain.
13.Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebagian hak Perlindungan Varietas Tanaman.
14.Lisensi Wajib adalah lisensi yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada pemohon berdasarkan putusan Pengadilan Negeri.
15.Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis yang diberikan kepada pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam rangka pemberian lisensi.
16.Daftar Umum Perlindungan Varietas Tanaman adalah daftar catatan resmi dari seluruh tahapan dan kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman.
17.Berita Resmi Perlindungan Varietas Tanaman adalah suatu media informasi komunikasi resmi dari kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman untuk kepentingan umum.

BAB II
LINGKUP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Varietas Tanaman Yang Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 2
(1)Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama.
(2)Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
(3)Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
(4)Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.
(5)Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut. Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa:
a.nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa perlindungannya telah habis;
b.pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat varietas;
c.penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak PVT dan didaftarkan pada Kantor PVT;
d.apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b, maka Kantor PVT berhak menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan baru;
e.apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas lain, maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;
f.nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek dagang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bagian Kedua
Varietas Tanaman Yang Tidak Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 3
Varietas yang tidak dapat diberi PVT adalah varietas yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 4
(1)Jangka waktu PVT
a.20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;
b.25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.
(2)Jangka waktu PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal pemberian hak PVT.
(3)Sejak tanggal pengajuan permohonan hak PVT secara lengkap diterima Kantor PVT sampai dengan diberikan hak tersebut, kepada pemohon diberikan perlindungan sementara.

Bagian Keempat
Subjek Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 5
(1)Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya.
(2)Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja, maka pihak yang memberi pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.
(3)Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan pesanan, maka pihak yang memberi pesanan itu menjadi pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 6
(1)Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:
a.varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang telah terdaftar dan diberi nama;
b.varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
c.varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilindungi.
(3)Hak untuk menggunakan varietas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a.memproduksi atau memperbanyak benih;
b.menyiapkan untuk tujuan propagasi;
c.mengiklankan;
d.menawarkan;
e.menjual atau memperdagangkan;
f.mengekspor;
g.mengimpor;
h.mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c, d, e, f, dan g.
(4)Penggunaan hasil panen yang digunakan untuk propagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari varietas yang dilindungi, harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT.
(5)Penggunaan varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT dan/atau pemilik varietas asal dengan ketentuan sebagai berikut:
a.varietas turunan esensial berasal dari varietas yang telah mendapat hak PVT atau mendapat penamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan merupakan varietas turunan esensial sebelumnya;
b.varietas tersebut pada dasarnya mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial dari varietas asal, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asal dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri;
c.varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada butir a dan butir b dapat diperoleh dari mutasi alami atau mutasi induksi, variasi somaklonal, seleksi individu tanaman, silang balik, dan transformasi dengan rekayasa genetika dari varietas asal.
(6)Varietas asal untuk menghasilkan varietas turunan esensial harus telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah.
(7)Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas sebagai varietas asal untuk varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 7
(1)Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh Negara.
(2)Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3)Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 8
(1)Pemulia yang menghasilkan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari varietas tersebut.
(2)Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan:
a.dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b.berdasarkan persentase;
c.dalam bentuk gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau
d.dalam bentuk gabungan antara persentase dengan hadiah atau bonus, yang besarnya ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama sekali tidak menghapuskan hak pemulia untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat pemberian hak PVT.

Pasal 9
(1)Pemegang hak PVT berkewajiban:
a.melaksanakan hak PVT-nya di Indonesia;
b.membayar biaya tahunan PVT;
c.menyediakan dan menunjukkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT di Indonesia.
(2)Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, apabila pelaksanaan PVT tersebut secara teknis dan/atau ekonomis tidak layak dilaksanakan di Indonesia.
(3)Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat disetujui Kantor PVT apabila diajukan permohonan tertulis oleh pemegang hak PVT dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

Bagian Keenam
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 10
(1)Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT, apabila :
a.penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang tidak untuk tujuan komersial;
b.penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan tanaman, dan perakitan varietas baru;
c.penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak ekonomi dari pemegang hak PVT.
(2)Ketentuan mengenai penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 11
(1)Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(2)Surat permohonan hak PVT harus memuat:
a.tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
b.nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris yang ditunjuk;
d.nama varietas;
e.deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi, dan sifat-sifat penting lainnya;
f.gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.
(3)Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:
a.orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak;
b.ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.
(4)Dalam hal varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat liarnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan; dengan disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang.
(5)Ketentuan mengenai permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 12
(1)Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.
(2)Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh:
a.pemulia;
b.orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan varietas dari pemulia;
c.ahli waris; atau
d.konsultan PVT.
(3)Permohonan hak PVT yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a, b, atau c yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Indonesia, harus melalui Konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa.

Pasal 13
(1)Konsultan PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) butir d, harus:
a.terdaftar di Kantor PVT;
b.menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT, sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.
(2)Ketentuan mengenai syarat-syarat pendaftaran sebagai konsultan PVT, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 14
(1)Selain persyaratan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas harus pula memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.diajukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan pengajuan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar Indonesia;
b.dilengkapi salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali dan disahkan oleh yang berwenang di negara dimaksud pada butir a paling lambat tiga bulan;
c.dilengkapi salinan sah dokumen permohonan hak PVT yang pertama di luar negeri;
d.dilengkapi salinan sah penolakan hak PVT, bila hak PVT tersebut pernah ditolak.
(2)Ketentuan mengenai permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kedua
Penerimaan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 15
(1)Permohonan hak PVT dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT oleh Kantor PVT dan telah diselesaikannya pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2)Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal pada saat Kantor PVT menerima surat permohonan hak PVT yang telah memenuhi syarat-syarat secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14 ayat (1).
(3)Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT dicatat dalam Daftar Umum PVT oleh Kantor PVT.

Pasal 16
(1)Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14, Kantor PVT meminta agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permohonan pemenuhan kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.
(2)Berdasarkan alasan yang disetujui Kantor PVT, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama tiga bulan atas permintaan pemohon hak PVT.

Pasal 17
Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka tanggal penerimaan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) adalah tanggal diterimanya pemenuhan kelengkapan terakhir kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.

Pasal 18
Apabila kekurangan kelengkapan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Kantor PVT memberitahukan secara tertulis kepada pemohon hak PVT bahwa permohonan hak PVT dianggap ditarik kembali.

Pasal 19
(1)Apabila untuk satu varietas dengan sifat-sifat yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan hak PVT, hanya permohonan yang telah diajukan secara lengkap terlebih dahulu yang dapat diterima.
(2)Permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan pada saat yang sama, maka Kantor PVT meminta dengan surat kepada pemohon tersebut untuk berunding guna memutuskan permohonan yang mana diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu kepada Kantor PVT selambat-lambatnya enam bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat tersebut.
(3)Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara pemohon hak PVT atau tidak dimungkinkan dilakukan perundingan atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Kantor PVT dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka permohonan hak PVT tersebut ditolak dan Kantor PVT memberitahukan hal tersebut secara tertulis kepada pemohon hak PVT tersebut.
(4)Apabila varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut varietas yang diajukan dengan hak prioritas, maka yang dianggap sebagai tanggal penerimaan adalah tanggal penerimaan permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan di luar negeri.

Bagian Ketiga
Perubahan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 20
(1)Permohonan hak PVT dapat diubah sebelum dan selama masa pemeriksaan.
(2)Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan atau pengurangan uraian mengenai penjelasan sifat-sifat varietas yang dimohonkan hak PVT.
(3)Perubahan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan permohonan semula.

Bagian Keempat
Penarikan Kembali Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 21
(1)Surat permohonan hak PVT dapat ditarik kembali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kantor PVT.
(2)Ketentuan mengenai penarikan kembali surat permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kelima
Larangan Mengajukan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
Pasal 22
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apapun dari Kantor PVT, pegawai Kantor PVT atau orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT, dilarang mengajukan permohonan hak PVT, memperoleh hak PVT atau dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan PVT, kecuali bila pemilikan hak PVT itu diperoleh karena warisan.

Pasal 23
Terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT, seluruh pegawai di lingkungan Kantor PVT berkewajiban menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.

BAB IV
PEMERIKSAAN

Bagian Pertama
Pengumuman Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 24
(1)Kantor PVT mengumumkan permohonan hak PVT yang telah memenuhi ketentuan Pasal 11 dan/atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya:
a.enam bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT;
b.12 (dua belas) bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT dengan hak prioritas.

Pasal 25
(1)Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan:
a. menggunakan fasilitas pengumuman yang mudah dan jelas diketahui oleh masyarakat;
b.menempatkan dalam Berita Resmi PVT.
(2)Tanggal mulai diumumkannya permohonan hak PVT dicatat oleh Kantor PVT dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 26
Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan:
a.nama dan alamat lengkap pemohon hak PVT atau pemegang kuasa;
b.nama dan alamat lengkap pemulia;
c.tanggal pengajuan permohonan hak PVT atau tanggal, nomor dan negara tempat permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan dalam hal permohonan hak PVT dengan hak prioritas;
d.nama varietas;
e.deskripsi varietas;
f.deskripsi yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) untuk varietas transgenik.

Pasal 27
Kantor PVT menyediakan tempat yang khusus untuk memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang berkepentingan untuk melihat dokumen permohonan hak PVT yang diumumkan.

Pasal 28
(1)Selama jangka waktu pengumuman, setiap orang atau badan hukum setelah memperhatikan pengumuman permohonan hak PVT dapat mengajukan secara tertulis pandangan atau keberatannya atas permohonan hak PVT yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.
(2)Dalam hal terdapat pandangan atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut kepada yang mengajukan permohonan hak PVT.
(3)Pemohon hak PVT berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan atau keberatan tersebut kepada Kantor PVT.
(4)Kantor PVT menggunakan pandangan, keberatan, dan sanggahan serta penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam memutuskan permohonan hak PVT.

Bagian Kedua
Pemeriksaan

Pasal 29
(1)Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut.
(2)Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 30
(1)Pemeriksaan substantif dilakukan oleh Pemeriksa PVT, meliputi sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan varietas yang dimohonkan hak PVT.
(2)Dalam melaksanakan pemeriksaan, Kantor PVT dapat meminta bantuan ahli dan/atau fasilitas yang diperlukan termasuk informasi dari institusi lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
(3)Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menjaga kerahasiaan varietas yang diperiksanya.
(4)Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan, kualifikasi Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 31
(1)Pemeriksa PVT berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat oleh Menteri berdasarkan syarat-syarat tertentu.
(2)Kepada Pemeriksa PVT diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32
(1)Atas hasil laporan pemeriksaan PVT, apabila varietas yang dimohonkan hak PVT ternyata mengandung ketidakjelasan atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting, Kantor PVT memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan tersebut kepada pemohon hak PVT.
(2)Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci mencantumkan hal-hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting berikut jangka waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan.
(3)Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemohon hak PVT tidak memberikan penjelasan atau tidak memenuhi kekurangan kelengkapan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap permohonan yang telah diajukan, Kantor PVT berhak menolak permohonan hak PVT tersebut.

Bagian Ketiga
Pemberian atau Penolakan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 33
(1)Kantor PVT harus memutuskan untuk memberi atau menolak permohonan hak PVT dalam waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
(2)Apabila diperlukan perpanjangan waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT harus memberitahukan kepada pemohon hak PVT dengan disertai alasan dan penjelasan yang mendukung perpanjangan tersebut.

Pasal 34
(1)Apabila laporan tentang hasil pemeriksaan atas varietas yang dimohonkan hak PVT yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menyimpulkan bahwa varietas tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, Kantor PVT memberitahukan secara resmi persetujuan pemberian hak PVT untuk varietas yang bersangkutan kepada pemohon hak PVT.
(2)Hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Sertifikat hak PVT.
(3)Hak PVT yang telah diberikan, dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.
(4)Kantor PVT dapat memberikan salinan dokumen PVT kepada anggota masyarakat yang memerlukan dengan membayar biaya.

Pasal 35
(1)Apabila permohonan hak PVT dan/atau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menunjukkan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 11 dan/atau Pasal 14, maka Kantor PVT menolak permohonan hak PVT tersebut dan memberitahukan penolakan secara tertulis kepada pemohon hak PVT.
(2)Surat penolakan permohonan hak PVT harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan serta dicatat dalam Daftar Umum PVT.
(3)Pemberian hak PVT atau penolakan permohonan hak PVT diumumkan oleh Kantor PVT dengan cara yang sama seperti halnya pengumuman permohonan hak PVT.
(4)Ketentuan mengenai pemberian atau penolakan permohonan hak PVT berikut bentuk dan isinya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Keempat
Permohonan Banding
Pasal 36
(1)Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan hak PVT yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 28, dan Pasal 32.
(2)Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon hak PVT atau kuasa hukumnya kepada Komisi Banding PVT disertai uraian secara lengkap keberatan terhadap penolakan permohonan hak PVT berikut alasannya selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal pengiriman surat penolakan permohonan hak PVT dengan tembusan kepada Kantor PVT.
(3)Alasan banding harus tidak merupakan alasan atau penyempurnaan permohonan hak PVT yang ditolak.
(4)Komisi Banding PVT merupakan badan khusus yang diketuai secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada di departemen.
(5)Anggota Komisi Banding PVT berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya tiga orang, terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa PVT senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan hak PVT yang bersangkutan.
(6)Ketua dan anggota Komisi Banding PVT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 37
Apabila jangka waktu permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, maka penolakan permohonan hak PVT dianggap diterima oleh pemohon hak PVT dan keputusan penolakan tersebut dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 38
(1)Permohonan banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding PVT selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding PVT.
(2)Keputusan Komisi Banding PVT bersifat final.
(3)Dalam hal Komisi Banding PVT menyetujui permohonan banding, Kantor PVT wajib melaksanakan keputusan Komisi Banding dan mencabut penolakan hak PVT yang telah dikeluarkan.
(4)Apabila Komisi Banding PVT menolak permohonan banding, Kantor PVT segera memberitahukan penolakan tersebut.

Pasal 39
Susunan organisasi, tata kerja Komisi Banding PVT, tata cara permohonan dan pemeriksaan banding, serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

BAB V
PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 40
(1)Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:
a.pewarisan;
b.hibah;
c.wasiat;
d.perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e.sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
(2)Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.
(3)Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(4)Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 41
Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 42
(1)Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
(2)Kecuali jika diperjanjikan lain, maka pemegang hak PVT tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya.
(3)Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satu atau beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 43
(1)Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(2)Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
(3)Ketentuan mengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.




Bagian Ketiga
Lisensi Wajib
Pasal 44
(1)Setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri untuk menggunakan hak PVT yang bersangkutan.
(2)Permohonan Lisensi Wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa:
a.hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b.hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pasal 45
Lisensi Wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu hak PVT yang diberikan oleh Pengadilan Negeri setelah mendengar konfirmasi dari pemegang hak PVT yang bersangkutan dan bersifat terbuka.

Pasal 46
(1)Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:
a.Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan fasilitas untuk menggunakan sendiri hak PVT tersebut serta telah berusaha mengambil langkah-langkah untuk mendapatkan lisensi dari pemegang hak PVT atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil.
b.Pengadilan Negeri menilai bahwa hak PVT tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat.
(2)Pemeriksaan atas permohonan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT dan pemegang hak PVT yang bersangkutan.
(3)Lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari hak PVT.

Pasal 47
Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Pengadilan Negeri memperoleh keyakinan bahwa belum cukup jangka waktu bagi pemegang hak PVT untuk menggunakannya secara komersial di Indonesia, Pengadilan Negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu proses persidangan tersebut atau menolaknya.

Pasal 48
(1)Pelaksanaan Lisensi Wajib disertai dengan pembayaran royalti oleh pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT.
(2)Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan tata cara pembayarannya ditetapkan Pengadilan Negeri.
(3)Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi PVT atau perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 49
Dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib dicantumkan hal-hal sebagai berikut:
a.alasan pemberian Lisensi Wajib;
b.bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian Lisensi Wajib;
c.jangka waktu Lisensi Wajib;
d.besarnya royalti yang harus dibayarkan pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT dan tata cara pembayarannya;
e.syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
f.Lisensi Wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri;
g.lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan pihak yang bersangkutan secara adil.

Pasal 50
(1)Pemegang Lisensi Wajib berkewajiban mencatatkan Lisensi Wajib yang diterimanya pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.
(2)Lisensi Wajib yang telah dicatatkan, secepatnya diumumkan oleh Kantor PVT dalam Berita Resmi PVT.
(3)Lisensi Wajib baru dapat dilaksanakan setelah dicatatkan dalam Daftar Umum PVT dan pemegangnya telah membayar royalti.
(4)Pelaksanaan Lisensi Wajib dianggap sebagai pelaksanaan hak PVT.

Pasal 51
(1)Atas permohonan pemegang hak PVT Pengadilan Negeri setelah mendengar pemegang Lisensi Wajib dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila:
a.alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada lagi;
b.penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c.penerima Lisensi Wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya, termasuk kewajiban membayar royalti.
(2)Pemeriksaan atas permohonan pembatalan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT.
(3)Dalam hal Pengadilan Negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan, Pengadilan Negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Kantor PVT untuk dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.
(4)Kantor PVT wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang hak PVT, pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan, dan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatalan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak Kantor PVT menerima salinan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Pasal 52
(1)Lisensi Wajib berakhir karena:
a.selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya;
b.dibatalkan atau dalam hal pemegang Lisensi Wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada Kantor PVT sebelum jangka waktu tersebut berakhir.
(2)Kantor PVT mencatat Lisensi Wajib yang telah berakhir jangka waktunya dalam buku Daftar Umum PVT, mengumumkan dalam Berita Resmi PVT, dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemegang hak PVT serta Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya.



Pasal 53
Batal atau berakhirnya Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 berakibat pulihnya pemegang hak PVT atas hak PVT yang bersangkutan.

Pasal 54
(1)Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan hak PVT yang bersangkutan atau karena pewarisan.
(2)Lisensi Wajib yang beralih tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 55
Ketentuan mengenai Lisensi Wajib diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN


Bagian Pertama
Umum

Pasal 56
Hak PVT berakhir karena:
a.berakhirnya jangka waktu;
b.pembatalan;
c.pencabutan.

Bagian Kedua
Berakhirnya Jangka Waktu Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 57
(1)Hak PVT berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perlindungan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2)Kantor PVT mencatat berakhirnya hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Ketiga
Pembatalan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Pasal 58
(1)Pembatalan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.
(2)Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata:
a.syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan/atau ayat (3) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
b.syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan/atau ayat (5) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
c.hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
(3)Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di luar alasan-alasan yang ditetapkan pada ayat (2).

Pasal 59
(1)Dengan dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang berkaitan dengan hak PVT hapus terhitung sejak tanggal diberikannya hak PVT, kecuali apabila ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri.
(2)Kantor PVT mencatat putusan pembatalan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Keempat
Pencabutan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 60
(1)Pencabutan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.
(2)Hak PVT dicabut berdasarkan alasan:
a.pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam bulan;
b.syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam Pasal 2;
c.pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan menyiapkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
d.pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT; atau
e.pemegang hak PVT mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya, serta alasannya secara tertulis kepada Kantor PVT.

Pasal 61
(1)Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir terhitung sejak tanggal pencabutan hak tersebut.
(2)Kantor PVT mencatat putusan pencabutan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 62
Dalam hal hak PVT dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, apabila pemegang hak PVT telah memberikan lisensi maupun Lisensi Wajib kepada pihak lain dan pemegang lisensi tersebut telah membayar royalti secara sekaligus kepada pemegang hak PVT, pemegang hak PVT berkewajiban mengembalikan royalti dengan memperhitungkan sisa jangka waktu penggunaan lisensi maupun Lisensi Wajib.

BAB VII
BIAYA

Pasal 63
(1)Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib membayar biaya tahunan.
(2)Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib membayar biaya.
(3)Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VIII
PENGELOLAAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
Pasal 64
(1)Untuk pengelolaan PVT dibentuk Kantor PVT.
(2)Pengelolaan PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)Kantor PVT menyelenggarakan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan, dan pelayanan informasi PVT.

Pasal 65
(1)Dalam melaksanakan pengelolaan PVT, Kantor PVT bertanggung jawab kepada Menteri.
(2)Menteri membentuk komisi, yang keanggotaannya terdiri dari para profesional dan bersifat tidak tetap, yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang pengelolaan PVT sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan PVT.

BAB IX
HAK MENUNTUT

Pasal 66
(1)Jika suatu hak PVT diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang atau badan hukum yang seharusnya berhak atas hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat menuntut ke Pengadilan Negeri.
(2)Hak menuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diberikan Sertifikat hak PVT.
(3)Salinan putusan atas tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 67
(1)Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang Lisensi Wajib berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(2)Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) hanya dapat diterima apabila terbukti varietas yang digunakan sama dengan varietas yang telah diberi hak PVT.
(3)Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 68
(1)Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, maka Hakim dapat memerintahkan pelanggar hak PVT tersebut, selama masih dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri, untuk menghentikan sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(2)Hakim dapat memerintahkan penyerahan hasil pelanggaran hak PVT untuk dilaksanakan, apabila putusan Pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah orang atau badan hukum yang dituntut, membayar ganti rugi kepada pemilik barang yang beritikad baik.

Pasal 69
Hak untuk mengajukan tuntutan sebagaimana diatur dalam BAB ini tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak PVT.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 70
(1)Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan PVT, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang PVT.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
b.melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang PVT;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang PVT;
d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
e.melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang PVT;
f.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang PVT.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 71
Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) tanpa persetujuan pemegang hak PVT, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 23, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 73
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) untuk tujuan komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 75
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam BAB ini adalah tindak pidana kejahatan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


SUMBER : hukumonline.com/pusatdata/detail/253/nprt/541/uu-no-29-tahun-2000- perlindungan-varietas-tanaman

11Undang-Undang HAKI Empty Re: Undang-Undang HAKI Sat Jul 07, 2012 11:16 pm

itapuspitasari

itapuspitasari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000
TENTANG
DESAIN INDUSTRI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual; b. bahwa hal tersebut di atas didorong pula oleh kekayaan budaya dan etnis bangsa Indonesia yang sangat beraneka ragam merupakan sumber bagi pengembangan Desain Industri; c. bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Desain Industri.;a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Desain Industri.;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG DESAIN INDUSTRI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. 2. Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri. 3. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Desain Industri yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
4. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan. 5. Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. 6. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Desain Industri. 7. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri. 8. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 9. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.

10. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal. 11. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Desain Industri kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Desain Industri yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. 12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Konvensi Paris untuk memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan yang diajukannya ke negara tujuan, yang juga anggota Konvensi Paris atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, memiliki tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan yang diajukan di negara asal selama kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Konvensi Paris. 13. Hari adalah hari kerja.

BAB II
LINGKUP DESAIN INDUSTRI
Bagian Pertama Desain Industri yang Mendapat Perlindungan
Pasal 2
(1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
(2) Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
(3) Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum :
a. tanggal penerimaan; atau b. tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; c. telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
Pasal 3
Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaannya, Desain Industri tersebut :
a. telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau b. telah digunakan di Indonesia oleh Pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Bagian Kedua Desain Industri yang Tidak Mendapat Perlindungan
BAB II
LINGKUP DESAIN INDUSTRI
Bagian Pertama Desain Industri yang Mendapat Perlindungan
Pasal 2
(1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang baru.
(2) Desain Industri dianggap baru apabila pada Tanggal Penerimaan, Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya.
(3) Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pengungkapan Desain Industri yang sebelum :
a. tanggal penerimaan; atau b. tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; c. telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.
Pasal 3
Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaannya, Desain Industri tersebut :
a. telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau b. telah digunakan di Indonesia oleh Pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Bagian Kedua Desain Industri yang Tidak Mendapat Perlindungan

Pasal 4
Hak Desain Industri tidak dapat diberikan apabila Desain Industri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
Bagian Ketiga Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri
Pasal 5
(1) Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
Bagian Keempat Subjek Desain Industri
Pasal 6
(1) Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
(2) Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal 7
(1) Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Desain Industri yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3) Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak Desain Industri, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 8
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus hak Pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Desain Industri, Daftar Umum Desain Industri, dan Berita Resmi Desain Industri.
Bagian Kelima Lingkup Hak
Pasal 9
(1) Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemakaian Desain Industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak Desain Industri.
BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 10
Hak Desain Industri diberikan atas dasar Permohonan.
Pasal 11
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.
(3) Permohonan harus memuat :
a. tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan; b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain; c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon; d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan e. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilampiri dengan
a. contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya; b. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; c. surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.
(5) Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.
(6) Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.
(7) Ketentuan tentang tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Pihak yang untuk pertama kali mengajukan Permohonan dianggap sebagai pemegang Hak Desain Industri, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Pasal 13

[b]
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk: a. satu Desain Industri, atau b. beberapa Desain Industri yang merupakan satu kesatuan Desain Industri atau yang memiliki kelas yang sama.
Pasal 14
(1) Pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia harus mengajukan Permohonan melalui Kuasa.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyatakan dan memilih domisili hukumnya di Indonesia.
Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedua Permohonan dengan Hak Prioritas
Pasal 16

(1) Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.
(2) Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas yang disahkan oleh kantor yang menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan Hak Prioritas.
(3) Apabila syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tersebut dianggap diajukan tanpa menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 17
Selain salinan surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas dilengkapi pula dengan :
a. salinan lengkap Hak Desain Industri yang telah diberikan sehubungan dengan pendaftaran yang pertama kali diajukan di negara lain; dan b. salinan sah dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa Desain Industri tersebut adalah baru.
Bagian Ketiga Waktu Penerimaan Permohonan
Pasal 18
Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan dengan syarat Pemohon telah:
a. mengisi formulir Permohonan; b. melampirkan contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya; dan c. membayar biaya Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Pasal 19
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk: a. satu Desain Industri, atau b. beberapa Desain Industri yang merupakan satu kesatuan Desain Industri atau yang memiliki kelas yang sama.
Pasal 14
(1) Pemohon yang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia harus mengajukan Permohonan melalui Kuasa.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyatakan dan memilih domisili hukumnya di Indonesia.
Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedua Permohonan dengan Hak Prioritas
Pasal 16
(1) Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.
(2) Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas yang disahkan oleh kantor yang menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan Hak Prioritas.
(3) Apabila syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tersebut dianggap diajukan tanpa menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 17
Selain salinan surat Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas dilengkapi pula dengan :
a. salinan lengkap Hak Desain Industri yang telah diberikan sehubungan dengan pendaftaran yang pertama kali diajukan di negara lain; dan b. salinan sah dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa Desain Industri tersebut adalah baru.
Bagian Ketiga Waktu Penerimaan Permohonan
Pasal 18
Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan dengan syarat Pemohon telah:
a. mengisi formulir Permohonan; b. melampirkan contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya; dan c. membayar biaya Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Pasal 19
BIAYA
Pasal 45
(1) Untuk setiap pengajuan Permohonan, pengajuan keberatan atas Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Desain Industri, permintaan dokumen prioritas Desain Industri, permintaan salinan Sertifikat Desain Industri, pencatatan pengalihan hak, pencatatan surat perjanjian Lisensi, serta permintaan lain yang ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat mengelola sendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 49
Berdasarkan bukti yang cukup, pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang:
a. pencegahan masuknya produk yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Desain Industri; b. penyimpanan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Desain Industri.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
(1) Pendesain yang telah mengumumkan Desain Industri dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum Undang-undang ini mulai diberlakukan dapat mengajukan Permohonan berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini.

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 57
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ABDUlRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 243
P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000
TENTANG
DESAIN INDUSTRI



http://id.wikisource.org/wiki

ANIN RUSTALINA P.S

ANIN RUSTALINA P.S

[center]UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

Smile Smile Smile
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MEREK DI INDONESIA


PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK
Bagian Pertama
Syarat dan Tata Cara Permohonan
Pasal 7
1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat
Jenderal dengan mencantumkan:
a.tanggal, bulan, dan tahun
b.nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon
c.nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui
Kuasa
d.warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur-unsur warna
e.nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal
Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau
beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara
bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan
dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek
tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang
mewakilkan.
7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada aya(5) diajukan melalui
Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak
atas Merek tersebut.
Cool Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual.
9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak
Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara
pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 8
1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan
dalam satu Permohonan.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis
barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan
pendaftarannya.
3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau
berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan
melalui Kuasanya di Indonesia.
2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih
tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia.
Bagian Kedua
Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas
Pasal 11
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling
lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran
Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris
Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement
Establishing the World Trade Organization.
Pasal 12
1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bag Pertama
Bab ini, Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi
dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama
kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut.
2) Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak
mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa
menggunakan Hak Prioritas.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek
Pasal 13
1) Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan
pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
10, Pasal 11, dan Pasal 12.
2) Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan
persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung
sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan
persyaratan tersebut.
3) Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 14
1) Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Direktorat Jenderal
memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa
Permohonannya dianggap ditarik kembali.
2) Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak
dapat ditarik kembali.
Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan Pendaftaran Merek
Pasal 15
1) Dalam hal seluruh persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 telah dipenuhi, terhadap
Permohonan diberikan Tanggal Penerimaan.
2) Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh
Direktorat Jenderal.
Bagian Kelima
Perubahan dan Penarikan Kembali Permohonan Pendaftaran Merek
Pasal 16
Perubahan atas Permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama
dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.
Pasal 17
1) Selama belum memperoleh keputusan dari Direktorat Jenderal, Permohonan
dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.
2) Apabila penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Kuasanya, penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk
keperluan penarikan kembali tersebut.
3) Dalam hal Permohonan ditarik kembali, segala biaya yang telah dibayarkan
kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

PENDAFTARAN MEREK
Bagian Pertama
Pemeriksaan Substantif
Pasal 18
1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal
Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal
melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
3) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam
waktu paling lama 9 (sembilan) bulan.
Pasal 19
1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal.
2) Pemeriksa adalah pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan
sebagai pejabat fungsional oleh Menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi
tertentu.
3) Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
1) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa
Permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal,
Permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
2) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa
Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur
Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau
Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan
surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau
Kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan
menyebutkan alasan.
4) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau
tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal
menetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
5) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa
tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal,
Permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
6) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa
tanggapan tersebut tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal,
ditetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
7) Keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6)
diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan
menyebutkan alasan.
Cool Dalam hal Permohonan ditolak, segala biaya yang telah dibayarkan kepada
Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.
Bagian Kedua
Pengumuman Permohonan
Pasal 21
Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya
Permohonan untuk didaftar, Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan tersebut
dalam Berita Resmi Merek.
Pasal 22
1) Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala
oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat
dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal.
2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal
dalam Berita Resmi Merek.
Pasal 23
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan alamat lengkap Pemohon, termasuk Kuasa apabila Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa bagi Merek yang dimohonkan
pendaftarannya;
c. Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal
Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan
e. contoh Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek
menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang
tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam
bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin.
Bagian Ketiga
Keberatan dan Sanggahan
Pasal 24
1) Selama jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat
Jenderal atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya.
2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila terdapat
alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan
pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-undang ini tidak dapat
didaftar atau ditolak.
3) Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat
Jenderal dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan
tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya.
Pasal 25
1) Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 kepada Direktorat Jenderal.
2) Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan
keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal .
Bagian Keempat
Pemeriksaan Kembali
Pasal 26
1) Dalam hal terdapat keberatan dan/atau sanggahan, Direktorat Jenderal
menggunakan keberatan dan/atau sanggahan tersebut sebagai bahan
pertimbangan dalam pemeriksaan kembali terhadap Permohonan yang telah
selesai diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
2) Pemeriksaan kembali terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang
mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
4) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan dapat
diterima, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon
bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak; dan dalam hal demikian
itu, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan banding.
5) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan tidak
dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan dinyatakan
dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.
Pasal 27
1) Dalam hal tidak ada keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Direktorat
Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau
Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya jangka waktu pengumuman.
2) Dalam hal keberatan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
Ayat (5), Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek
kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal Permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam
Daftar Umum Merek.
3) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar;
b. nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan diajukan
berdasarkan Pasal 10
c. tanggal pengajuan dan Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan
tersebut diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
e. etiket Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna
apabila Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila Merek
menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka
yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya
dalam bahasa
f. Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin; nomor dan tanggal
pendaftaran
g. kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan
h. jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.
4) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi
Sertifikat Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan membayar
biaya.
Bagian Kelima
Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar
Pasal 28
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat
diperpanjang.
Bagian Keenam
Permohonan Banding
Pasal 29
1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang
berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat
substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.
2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya
kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada
Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan
serta alasan terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan
substantif.
4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan
atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.
Pasal 30
1) Permohonan banding diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan Permohonan.
2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa
adanya permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh
Pemohon.
3) Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan
penolakan itu.
Pasal 31
1) Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga)
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
2) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan banding,
Direktorat Jenderal melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, kecuali terhadap Permohonan yang telah diumumkan dalam Berita
Resmi Merek.
3) Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, Pemohon atau
Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan
banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut.
4) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya
dapat diajukan kasasi.
Pasal 32
Tata cara permohonan, pemeriksaan serta penyelesaian banding diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketujuh
Komisi Banding Merek
Pasal 33
1) Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang independen dan berada di
lingkungan departemen yang membidangi hak kekayaan intelektual.
2) Komisi Banding Merek terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang
wakil ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di
bidang yang diperlukan, serta Pemeriksa senior.
3) Anggota Komisi Banding Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Merek.
5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk
majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di
antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan
substantif terhadap Permohonan.
Pasal 34
Susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi Banding Merek diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar
Pasal 35
1) Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan
untuk jangka waktu yang sama.
2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar
tersebut.
3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
kepada Direktorat Jenderal.
Pasal 36
Permohonan perpanjangan disetujui apabila:
a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana
disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; dan
b. barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan
diperdagangkan.
Pasal 37
1) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila permohonan
tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan
Pasal 36.
2) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila Merek
tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek terkenal milik orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
3) Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis kepada
pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
4) Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.
5) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya
dapat diajukan kasasi.
Pasal 38
1) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar dicatat dalam Daftar
Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
2) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar diberitahukan secara
tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.
Bagian Kesembilan
Perubahan Nama dan/atau Alamat Pemilik Merek Terdaftar
Pasal 39
1) Permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek
terdaftar diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya untuk
dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai salinan yang sah mengenai
bukti perubahan tersebut.
2) Perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar yang telah dicatat
oleh Direktorat Jenderal diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR
Bagian Pertama
Pengalihan Hak
Pasal 40
1) Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:
a. pewarisan;
b. wasiat;
c. hibah;
d. perjanjian; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.
2) Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam
Daftar Umum Merek.
3) Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disertai dengan dokumen yang mendukungnya.
4) Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
5) Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum
Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
6) Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 41
1) Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama
baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.
2) Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan,
kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat
dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa.
Pasal 42
Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila
disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan
digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.
Bagian Kedua
Lisensi
Pasal 43
1) Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan
perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk
sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.
2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia,
kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari
jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal
dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi
berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat
Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi
Merek.
Pasal 44
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau
memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut,
kecuali bila diperjanjikan lain.


Sumber :
http://72.14.235.104/search?q=cache:lKUng50gHrQJ:khoirul.sunan-ampe...
33 of 33 11/7/2008

Laughing Rolling Eyes Wink

13Undang-Undang HAKI Empty UNDANG-UNDANG HAKI NO.15 TAHUN 2001 Sun Jul 08, 2012 12:46 pm

umi

umi

UMI ARFIYANTI
10010920


UNDANG-UNDANG HAKI NO.15 TAHUN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG
MEREK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat;
b. bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564) bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
3. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
4. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5. Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
6. Permohonan adalah pihak yang mengajukan Permohonan.
7. Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri, dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan pendaftaran Merek.
8. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hak kekayaan intelektual, termasuk Merek.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
15. Hari adalah hari kerja.

BAB II
LINGKUP MEREK

Bagian Pertama
Umum

Pasal 2
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jasa.

Pasal 3
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Bagian Kedua
Merek yang Tidak Dapat Didaftar Dan yang Ditolak

Pasal 4
Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik.

Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum; atau
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

BAB III
PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Syarat dan Tata Cara Permohonan

Pasal 7
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a. tanggal, bulan, dan tahun;
b. nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon;
c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
(4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
(5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagaimana alamat mereka.
(6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan;
(7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut;
(Cool Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual;
(9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 8
(1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.
(3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Permohonan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia.

Bagian Kedua
Permohonan Pendaftaran Merek Dengan Hak Prioritas

Pasal 11
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.

Pasal 12
(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini. Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali yang menimbulkan Hak Prioritas tersebut.
(2) Bukti Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Permohonan tersebut tetap diproses, namun tanpa menggunakan Hak Prioritas.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek

Pasal 13
(1) Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12.
(2) Dalam hal terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut.
(3) Dalam hal kekurangan tersebut menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas.

Pasal 14
(1) Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.
(2) Dalam hal Permohonan dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan Pendaftaran Merek

Pasal 15
(1) Dalam hal seluruh persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 telah dipenuhi, terhadap Permohonan diberikan Tanggal Penerimaan.
(2) Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Direktorat Jenderal.

Bagian Kelima
Perubahan dan Penarikan Kembali Permohonan Pendaftaran Merek

Pasal 16
Perubahan atas Permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan/atau alamat Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 17
(1) Selama belum memperoleh keputusan dari Direktorat Jenderal, Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.
(2) Apabila penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kuasanya, penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali tersebut.
(3) Dalam hal Permohonan ditarik kembali segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

BAB IV
PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Pemeriksaan Substantif

Pasal 18
(1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan
(2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(3) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan.

Pasal 19
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal.
(2) Pemeriksa adalah Pejabat yang karena keahliannya diangkat dan diberhentikan sebagai pejabat fungsional oleh Menteri berdasarkan syarat dan kualifikasi tertentu.
(3) Pemeriksa diberi jenjang dan tunjangan fungsional di samping hal lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 20
(1) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal. Permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak atas persetujuan Direktur Jenderal, hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau Kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasan.
(4) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktorat Jenderal menetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
(5) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(6) Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan tersebut tidak dapat diterima, atas persetujuan Direktur Jenderal ditetapkan keputusan tentang penolakan Permohonan tersebut.
(7) Keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan
(Cool Dalam hal Permohonan ditolak segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali.

Bagian Kedua
Pengumuman Permohonan

Pasal 21
Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya Permohonan untuk didaftar Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan tersebut dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 22
(1) Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Jenderal.
(2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 23
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan alamat lengkap Pemohon, termasuk Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa bagi Merek yang dimohonkan pendaftarannya;
c. Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan
e. contoh Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan apabila etiket Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin.

Bagian Ketiga
Keberatan dan Sanggahan

Pasal 24
(1) Selama jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak
(3) Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal dalam waktu paling lama 14 (empat belas)hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 25
(1) Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 kepada Direktorat Jenderal
(2) Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal.

Bagian Keempat
Pemeriksaan Kembali

Pasal 26
(1) Dalam hal terdapat keberatan dan/atau sanggahan, Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan/atau sanggahan tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam pemeriksaan kembali terhadap Permohonan yang telah selesai diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
(2) Pemeriksaan kembali terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
(4) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan dapat diterima, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak; dan dalam hal demikian itu Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan banding.
(5) Dalam hal Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan tidak dapat diterima atas persetujuan Direktur Jenderal, Permohonan dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.

Pasal 27
(1) Dalam hal tidak ada keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman
(2) Dalam hal keberatan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Merek kepada Pemohon atau Kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Permohonan tersebut disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek.
(3) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar;
b. nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan diajukan berdasarkan Pasal 10;
c. tanggal pengajuan dan Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan tanggal permohonan yang pertama kali apabila permohonan tersebut diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
e. etiket Merek yang didaftarkan termasuk keterangan mengenai macam warna apabila Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin;
f. nomor dan tanggal pendaftaran;
g. kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan
h. jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.
(4) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi Sertifikat Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek dengan membayar biaya.

Bagian Kelima
Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar

Pasal 28
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang

Bagian Keenam
Permohonan Banding

Pasal 29
(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 atau Pasal 6.
(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Merek dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tidak merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas Permohonan yang ditolak.

Pasal 30
(1) Permohonan banding diajukan paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan Permohonan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.
(3) Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan penolakan itu.

Pasal 31
(1) Keputusan Komisi banding Merek diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
(2) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permohonan banding, Direktorat Jenderal melaksanakan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kecuali terhadap Permohonan yang telah diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(3) Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut.
(4) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 32
Tata cara permohonan, pemeriksaan serta penyelesaian banding diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketujuh
Komisi Banding Merek

Pasal 33
(1) Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi hak kekayaan intelektual.
(2) Komisi Banding Merek terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan, serta Pemeriksa senior.
(3) Anggota Komisi Banding Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Merek.
(5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Merek membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di antarnya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

Pasal 34
Susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Merek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar

Pasal 35
(1) Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut.
(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direktorat Jenderal.

Pasal 36
Permohonan perpanjangan disetujui apabila:
a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; dan
b. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan diperdagangkan.

Pasal 37
(1) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36.
(2) Permohonan perpanjangan ditolak oleh Direktorat Jenderal, apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (2).
(3) Penolakan permohonan perpanjangan diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
(4) Keberatan terhadap penolakan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.
(5) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 38
(1) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(2) Perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya.

Bagian Kesembilan
Perubahan Nama dan/atau Alam Pemilik Merek Terdaftar

Pasal 39
(1) Permohonan pencatatan perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2) Perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar yang telah dicatat oleh Direktorat Jenderal diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

BAB V
PENGALIHAN HAK ATAS MEREK TERDAFTAR

Bagian Pertama
Pengalihan Hak

Pasal 40
(1) Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:
a. pewarisan;
b. wasiat;
c. hibah;
d. perjanjian; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek.
(3) Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang mendukung.
(4) Pengalihan hak Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(6) Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Pasal 41
(1) Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut.
(2) Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa.

Pasal 42
Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 43
(1) Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagai atau seluruh jenis barang atau jasa.
(2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia , kecuali bila diperjanjikan lain untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
(3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak- pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
(4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 44
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberi Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain.

Pasal 45
Dalam perjanjian Lisensi dapat ditemukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.

Pasal 46
Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di Indonesia oleh pemilik Merek.

Pasal 47
(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
(2) Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis penolakan beserta alasannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik Merek atau Kuasanya, dan kepada penerima Lisensi .

Pasal 48
(1) Penerima Lisensi yang beriktikad baik tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan penjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi.
(2) Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada memberi Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan.
(3) Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi.

Pasal 49
Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dan ketentuan mengenai perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

BAB VI
MEREK KOLEKTIF

Pasal 50
(1) Permohonan pendaftaran Merek Dagang atau Merek jasa sebagai Merek Kolektif hanya dapat diterima apabila dalam Permohonan dengan Jasa dinyatakan bahwa Merek tersebut akan digunakan sebagai Merek Kolektif.
(2) Selain penegasan mengenai penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Permohonan tersebut wajib disertai salinan ketentuan penggunaan Merek tersebut sebagai Merek Kolektif, yang ditandatangani oleh semua pemilik Merek yang bersangkutan.
(3) Ketentuan penggunaan Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. Sifat, ciri umum, atau mutu barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;
b. Pengaturan bagi pemilik Merek Kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan Merek tersebut;
c. Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan Merek Kolektif.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam berita resmi Merek.

Pasal 51
Terhadap permohonan pendaftaran Merek Kolektif dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 50.

Pasal 52
Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Merek Kolektif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.

Pasal 53
(1) Perubahan ketentuan penggunaan Merek Kolektif wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan tersebut.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(3) Perubahan ketentuan penggunaan Merek kolektif berlaku bagi pihak ketiga setelah dicatat dalam Daftar Umum Merek.

Pasal 54
(1) Hak atas Merek Kolektif terdaftar hanya dapat dialihkan kepada pihak penerima yang dapat melakukan pengawasan efektif sesuai dengan ketentuan penggunaan Merek Kolektif tersebut.
(2) Pengalihan hak atas merek Kolektif terdapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(3) Pencatatan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar umum merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 55
Merek Kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.

BAB VII
INDIKASI GEOGRAFIS DAN INDIKASI ASAL

Bagian Pertama
Indikasi Geografis

Pasal 56
(1) Indikasi geografi dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
(2) Indikasi-geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh:
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas:
1. Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;
2. Produsen barang hasil pertanian;
3. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri
4. Pedagang yang menjual barang tersebut;
b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu;
c. Kelompok konsumen barang tersebut;
(3) Ketentuan mengenai pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25, berlaku secara mutatis mutandis bagi pengumuman permohonan pendaftaran indikasi geografis.
(4) Permohonan pendaftaran indikasi-geografis ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila tanda tersebut:
a. bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat, ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan dan/atau kegunaannya;
b. tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi geografis
(5) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dimintakan banding kepada Komisi Banding Merek.
(6) Ketentuan mengenai banding dalam Pasal 29, 30, 32, 33 dan 34 berlaku secara mutatis mutandis bagi permintaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
(7) Indikasi-geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi-geografis tersebut masih ada.
(Cool Apabila sebelum atau pada saat dimohonkan pendaftaran sebagai indikasi-geografis, suatu tanda dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang beriktikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai indikasi-geografis.
(9) Ketentuan mengenai tata-cara pendaftaran indikasi-geografis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57
(1) Pemegang hak atas indikasi-geografis dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi-geografis yang tanpa hak berupa permohonan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.
(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggaran untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyak serta memerintahkan pemusnahan etiket indikasi-geografis yang digunakan secara tanpa hak tersebut.

Pasal 58
Ketentuan mengenai penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam BAB XII Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak atas indikasi-geografis.

Bagian Kedua
Indikasi Asal

Pasal 59
Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang:
a. memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1), tetapi tidak didaftarkan atau
b. semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa

Pasal 60
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemegang hak atas indikasi-asal.

BAB VIII
PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Pertama
Penghapusan

Pasal 61
(1) Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan.
(2) Penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika:
a. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau
b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar.
(3) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah karena adanya:
a. jaringan impor;
b. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau
c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(5) Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 62
(1) Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal
(2) Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terikat perjanjian Lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima Lisensi.
(3) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dimungkinkan apabila dalam perjanjian Lisensi, penerima Lisensi dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.
(4) Penghapusan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 63
Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga

Pasal 64
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 hanya dapat diajukan kasasi
(2) Isi putusan badan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh panitera pengadilan yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
(3) Direktorat Jenderal melaksanakan penghapusan Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 65
(1) Penghapusan pendaftaran Merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut.
(2) Penghapusan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Penghapusan pendaftaran Merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atau Merek yang bersangkutan.

Pasal 66
(1) Direktorat Jenderal dapat menghapus pendaftaran Merek Kolektif atas dasar:
a. permohonan sendiri dari pemilik Merek Kolektif dengan persetujuan tertulis semua pemakai Merek Kolektif;
b. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut tidak dipakai selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal;
c. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jenis jasa yang dimohonkan pendaftarannya; atau
d. bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan Merek Kolektif.
(2) Permohonan penghapusan pendaftaran Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Penghapusan pendaftaran Merek Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Pasal 67
Penghapusan pendaftaran Merek Kolektif dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b, c dan d.

Bagian Kedua
Pembatalan

Pasal 68
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6.
(2) Pemilik Merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan Permohonan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga
(4) Dalam hal menggugat atau tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.

Pasal 69
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran Merek.
(2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu apabila Merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum.

Pasal 70
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang memutuskan gugatan pembatalan hanya dapat diajukan kasasi.
(2) Isi putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera disampaikan oleh panitera yang bersangkutan kepada Direktorat Jenderal setelah tanggal putusan diucapkan.
(3) Direktorat Jenderal melaksanakan pembatalan pendaftaran Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek setelah putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 71
(1) Pembatalan pendaftaran Merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut.
(2) Pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Pencoretan pendaftaran suatu Merek dari Daftar Umum Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
(4) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas Merek yang bersangkutan.

Pasal 72
Selain alasan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1), terhadap Merek Kolektif terdaftar dapat pula dimohonkan pembatalannya kepada Pengadilan Niaga apabila penggunaan Merek Kolektif tersebut bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1).

BAB IX
ADMINISTRASI MEREK

Pasal 73
Administrasi atas Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 74
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Merek seluas mungkin kepada masyarakat.

BAB X
BIAYA

Pasal 75
(1) Untuk setiap pengajuan Permohonan atau permohonan perpanjangan Merek, permohonan petikan Daftar Umum Merek, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama dan/atau alamat pemilik Merek terdaftar, pencatatan perjanjian Lisensi, keberatan terhadap Permohonan, permohonan banding serta lain-lainnya yang ditentukan dalam Undang-undang ini, wajib dikenal biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama
Gugatan atas Pelanggaran Merek

Pasal 76
(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 77
Gugatan atas pelanggaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik Merek yang bersangkutan.

Pasal 78
(1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas permohonan pemilik Merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, hakim dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa baik.
(2) Dalam hal tergugat dituntut juga menyerahkan barang yang menggunakan Merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 79
Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi

Bagian Kedua
Tata Cara Gugatan pada Pengadilan Niaga

Pasal 80
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.
(2) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(3) Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
(4) Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(6) Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan
(7) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.
(Cool Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(9) Putusan atas gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (Cool yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(10) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

Pasal 81
Tata cara gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 80 berlaku secara mutatis mutandis terhadap gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 76.

Bagian Ketiga
Kasasi

Pasal 82
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (Cool hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 83
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memberi kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
(6) Panitera wajib menyampaikan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(Cool Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima Mahkamah Agung.
(9) Putusan permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua ) hari setelah putusan kasasi diterima.

Bagian Keempat
Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pasal 84
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.

BAB XII
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN

Pasal 85
Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang:
a. pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak Merek;
b. penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Merek tersebut.

Pasal 86
(1) Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dengan persyaratan sebagai berikut:
a. melampirkan bukti kepemilikan Merek;
b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran Merek;
c. keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian;
d. adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran Merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti; dan
e. membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank.
(2) Dalam hal penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 telah dilaksanakan Pengadilan Niaga segera memberitahukan kepada pihak yang dikenal tindakan dan memberikan kesempatan kepada pihak tersebut untuk didengar keterangannya.

Pasal 87
Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus memutuskan untuk mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.

Pasal 88
Dalam hal penetapan sementara:
a. dikuatkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan dan pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud Pasal 76;
b. dibatalkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya penetapan sementara tersebut.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 89
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Merek;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Merek; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran

Pasal 95
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan detik aduan.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 96
(1) Permohonan, perpanjangan jangka waktu perlindungan Merek terdaftar, pencatatan pengalihan hak, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, permintaan penghapusan atau pembatalan pendaftaran Merek yang diajukan berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek tetapi belum selesai pada tanggal berlakunya undang-undang ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut.
(2) Semua Merek yang telah didaftar berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek dan masih berlaku pada saat diundangkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-undang ini untuk selama sisa jangka waktu pendaftarannya.

Pasal 97
Terhadap Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) tetap dapat diajukan gugatan pembatalan kepada Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 atau Pasal 6.

Pasal 98
Sengketa Merek yang masih dalam proses pengadilan pada saat Undang-undang ini berlaku tetap diproses berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1997 tentang Merek sampai mendapat putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 99
Semua peraturan pelaksanaan yang dibuat berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 100
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 101
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Agustus 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MUHAMMAD M. BASYUNI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 110
bounce [/spoiler] Evil or Very Mad

14Undang-Undang HAKI Empty UU No 19 tahun 2002 tentang HAK CIPTA Mon Jul 09, 2012 4:36 am

ITA NUR FITRIANINGSIH

ITA NUR FITRIANINGSIH

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.

Perlindungan Hak Cipta

Bagian Keempat
Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 12


Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamf1et, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang, sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. tejemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.
Prosedur Pendaftaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) pada KemenkumHam

BAB IY
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35

Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang, tanpa dikenai biaya.
Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36

Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.

Pasal 37

Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.
Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38

Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.

Pasal 39

Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:

nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
tanggal penerimaan surat Permohonan;
tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40

Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41

Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 42

Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasa139, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Pasal 43

Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44

Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:

penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan, Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.


Smile Smile Smile Menurut pendapat saya :

Dengan adanya UU Tentang Hak Cipta ini, kiranya para anak bangsa dapat menjadikannya sebagai UU yang bersifat melindungi karya-karya yang akan diciptakan, sehingga mendorong untuk berkarya lebih giat lagi dan penuh kreatifitas.

sumber : javierzebua.wordpress.co
m

15Undang-Undang HAKI Empty UU No.29 Th 2000 Fri Jul 20, 2012 9:11 pm

Haqiqi Arum Bestari

Haqiqi Arum Bestari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2000
TENTANG
PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
a.bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, maka pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional;
b.bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan tersedianya varietas unggul;
c.bahwa sumberdaya plasma nutfah yang merupakan bahan utama pemuliaan tanaman, perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka merakit dan mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan pihak manapun yang terkait guna mendorong pertumbuhan industri perbenihan;
d.bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peran serta perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut secara memadai;
e.bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan varietas tanaman perlu diatur dengan undang-undang;
f.bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, d, dan e, dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai perlindungan varietas tanaman dalam suatu undang-undang.

Mengingat:
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3398) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3680);
3.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi daya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
4.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
5.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
6.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7.Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888).

Dengan Persetujuan Bersama Antara:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2.Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak perlindungan. Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
3.Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
4.Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
5.Pemulia tanaman yang selanjutnya disebut pemulia, adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
6.Konsultan Perlindungan Varietas Tanaman adalah orang atau badan hukum yang telah tercatat dalam daftar konsultan Perlindungan Varietas Tanaman di Kantor Perlindungan Varietas Tanaman.
7.Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
8.Pemeriksa Perlindungan Varietas Tanaman adalah pejabat yang berdasarkan keahliannya diangkat oleh Menteri dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif dan memberikan rekomendasi-rekomendasi atas permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman.
9.Kantor Perlindungan Varietas Tanaman adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
10.Menteri adalah Menteri Pertanian.
11.Departemen adalah Departemen Pertanian.
12.Hak prioritas adalah hak yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum yang mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia setelah mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk varietas tanaman yang sama di negara lain.
13.Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebagian hak Perlindungan Varietas Tanaman.
14.Lisensi Wajib adalah lisensi yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada pemohon berdasarkan putusan Pengadilan Negeri.
15.Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis yang diberikan kepada pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman dalam rangka pemberian lisensi.
16.Daftar Umum Perlindungan Varietas Tanaman adalah daftar catatan resmi dari seluruh tahapan dan kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman.
17.Berita Resmi Perlindungan Varietas Tanaman adalah suatu media informasi komunikasi resmi dari kegiatan pengelolaan Perlindungan Varietas Tanaman yang diterbitkan secara berkala oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman untuk kepentingan umum.

BAB II
LINGKUP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Varietas Tanaman Yang Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 2
(1)Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama.
(2)Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
(3)Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
(4)Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.
(5)Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut. Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa:
a.nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa perlindungannya telah habis;
b.pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat varietas;
c.penamaan varietas dilakukan oleh pemohon hak PVT dan didaftarkan pada Kantor PVT;
d.apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b, maka Kantor PVT berhak menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan baru;
e.apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan untuk varietas lain, maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut;
f.nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek dagang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Varietas Tanaman Yang Tidak Dapat Diberi Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 3
Varietas yang tidak dapat diberi PVT adalah varietas yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 4
(1)Jangka waktu PVT
a.20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;
b.25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.
(2)Jangka waktu PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal pemberian hak PVT.
(3)Sejak tanggal pengajuan permohonan hak PVT secara lengkap diterima Kantor PVT sampai dengan diberikan hak tersebut, kepada pemohon diberikan perlindungan sementara.

Bagian Keempat
Subjek Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 5
(1)Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya.
(2)Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja, maka pihak yang memberi pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.
(3)Jika suatu varietas dihasilkan berdasarkan pesanan, maka pihak yang memberi pesanan itu menjadi pemegang hak PVT, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemulia.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 6
(1)Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga untuk:
a.varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang telah terdaftar dan diberi nama;
b.varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
c.varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilindungi.
(3)Hak untuk menggunakan varietas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a.memproduksi atau memperbanyak benih;
b.menyiapkan untuk tujuan propagasi;
c.mengiklankan;
d.menawarkan;
e.menjual atau memperdagangkan;
f.mengekspor;
g.mengimpor;
h.mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c, d, e, f, dan g.
(4)Penggunaan hasil panen yang digunakan untuk propagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari varietas yang dilindungi, harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT.
(5)Penggunaan varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat persetujuan dari pemegang hak PVT dan/atau pemilik varietas asal dengan ketentuan sebagai berikut:
a.varietas turunan esensial berasal dari varietas yang telah mendapat hak PVT atau mendapat penamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan merupakan varietas turunan esensial sebelumnya;
b.varietas tersebut pada dasarnya mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial dari varietas asal, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asal dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri;
c.varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada butir a dan butir b dapat diperoleh dari mutasi alami atau mutasi induksi, variasi somaklonal, seleksi individu tanaman, silang balik, dan transformasi dengan rekayasa genetika dari varietas asal.
(6)Varietas asal untuk menghasilkan varietas turunan esensial harus telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah.
(7)Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas sebagai varietas asal untuk varietas turunan esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 7
(1)Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh Negara.
(2)Penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3)Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Ketentuan penamaan, pendaftaran, dan penggunaan varietas lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 8
(1)Pemulia yang menghasilkan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari varietas tersebut.
(2)Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibayarkan:
a.dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b.berdasarkan persentase;
c.dalam bentuk gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau
d.dalam bentuk gabungan antara persentase dengan hadiah atau bonus, yang besarnya ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama sekali tidak menghapuskan hak pemulia untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat pemberian hak PVT.

Pasal 9
(1)Pemegang hak PVT berkewajiban:
a.melaksanakan hak PVT-nya di Indonesia;
b.membayar biaya tahunan PVT;
c.menyediakan dan menunjukkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT di Indonesia.
(2)Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, apabila pelaksanaan PVT tersebut secara teknis dan/atau ekonomis tidak layak dilaksanakan di Indonesia.
(3)Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat disetujui Kantor PVT apabila diajukan permohonan tertulis oleh pemegang hak PVT dengan disertai alasan dan bukti-bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.

Bagian Keenam
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 10
(1)Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT, apabila :
a.penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi, sepanjang tidak untuk tujuan komersial;
b.penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan tanaman, dan perakitan varietas baru;
c.penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak ekonomi dari pemegang hak PVT.
(2)Ketentuan mengenai penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 11
(1)Permohonan hak PVT diajukan kepada Kantor PVT secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(2)Surat permohonan hak PVT harus memuat:
a.tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
b.nama dan alamat lengkap pemohon;
c.nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris yang ditunjuk;
d.nama varietas;
e.deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi, dan sifat-sifat penting lainnya;
f.gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.
(3)Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh:
a.orang atau badan hukum selaku kuasa pemohon harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa yang berhak;
b.ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris.
(4)Dalam hal varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat liarnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan, dan kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan; dengan disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang.
(5)Ketentuan mengenai permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 12
(1)Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.
(2)Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh:
a.pemulia;
b.orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia atau yang memesan varietas dari pemulia;
c.ahli waris; atau
d.konsultan PVT.
(3)Permohonan hak PVT yang diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a, b, atau c yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Indonesia, harus melalui Konsultan PVT di Indonesia selaku kuasa.

Pasal 13
(1)Konsultan PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) butir d, harus:
a.terdaftar di Kantor PVT;
b.menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT, sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.
(2)Ketentuan mengenai syarat-syarat pendaftaran sebagai konsultan PVT, diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 14
(1)Selain persyaratan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas harus pula memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.diajukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penerimaan pengajuan permohonan hak PVT yang pertama kali di luar Indonesia;
b.dilengkapi salinan surat permohonan hak PVT yang pertama kali dan disahkan oleh yang berwenang di negara dimaksud pada butir a paling lambat tiga bulan;
c.dilengkapi salinan sah dokumen permohonan hak PVT yang pertama di luar negeri;
d.dilengkapi salinan sah penolakan hak PVT, bila hak PVT tersebut pernah ditolak.
(2)Ketentuan mengenai permohonan hak PVT dengan menggunakan hak prioritas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kedua
Penerimaan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 15
(1)Permohonan hak PVT dianggap diajukan pada tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT oleh Kantor PVT dan telah diselesaikannya pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2)Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal pada saat Kantor PVT menerima surat permohonan hak PVT yang telah memenuhi syarat-syarat secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14 ayat (1).
(3)Tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT dicatat dalam Daftar Umum PVT oleh Kantor PVT.

Pasal 16
(1)Apabila ternyata terdapat kekurangan pemenuhan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 14, Kantor PVT meminta agar kekurangan tersebut dipenuhi dalam waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permohonan pemenuhan kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.
(2)Berdasarkan alasan yang disetujui Kantor PVT, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk paling lama tiga bulan atas permintaan pemohon hak PVT.

Pasal 17
Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka tanggal penerimaan permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) adalah tanggal diterimanya pemenuhan kelengkapan terakhir kekurangan tersebut oleh Kantor PVT.

Pasal 18
Apabila kekurangan kelengkapan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Kantor PVT memberitahukan secara tertulis kepada pemohon hak PVT bahwa permohonan hak PVT dianggap ditarik kembali.

Pasal 19
(1)Apabila untuk satu varietas dengan sifat-sifat yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan hak PVT, hanya permohonan yang telah diajukan secara lengkap terlebih dahulu yang dapat diterima.
(2)Permohonan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan pada saat yang sama, maka Kantor PVT meminta dengan surat kepada pemohon tersebut untuk berunding guna memutuskan permohonan yang mana diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu kepada Kantor PVT selambat-lambatnya enam bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat tersebut.
(3)Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara pemohon hak PVT atau tidak dimungkinkan dilakukan perundingan atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Kantor PVT dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka permohonan hak PVT tersebut ditolak dan Kantor PVT memberitahukan hal tersebut secara tertulis kepada pemohon hak PVT tersebut.
(4)Apabila varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut varietas yang diajukan dengan hak prioritas, maka yang dianggap sebagai tanggal penerimaan adalah tanggal penerimaan permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan di luar negeri.

Bagian Ketiga
Perubahan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 20
(1)Permohonan hak PVT dapat diubah sebelum dan selama masa pemeriksaan.
(2)Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan atau pengurangan uraian mengenai penjelasan sifat-sifat varietas yang dimohonkan hak PVT.
(3)Perubahan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan permohonan semula.

Bagian Keempat
Penarikan Kembali Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 21
(1)Surat permohonan hak PVT dapat ditarik kembali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kantor PVT.
(2)Ketentuan mengenai penarikan kembali surat permohonan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Kelima
Larangan Mengajukan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan

Pasal 22
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apapun dari Kantor PVT, pegawai Kantor PVT atau orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT, dilarang mengajukan permohonan hak PVT, memperoleh hak PVT atau dengan cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan PVT, kecuali bila pemilikan hak PVT itu diperoleh karena warisan.

Pasal 23
Terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan hak PVT, seluruh pegawai di lingkungan Kantor PVT berkewajiban menjaga kerahasiaan varietas dan seluruh dokumen permohonan hak PVT sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan hak PVT yang bersangkutan.

BAB IV
PEMERIKSAAN

Bagian Pertama
Pengumuman Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 24
(1)Kantor PVT mengumumkan permohonan hak PVT yang telah memenuhi ketentuan Pasal 11 dan/atau Pasal 14 serta tidak ditarik kembali. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya:
a.enam bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT;
b.12 (dua belas) bulan setelah tanggal penerimaan permohonan hak PVT dengan hak prioritas.

Pasal 25
(1)Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan:
a.menggunakan fasilitas pengumuman yang mudah dan jelas diketahui oleh masyarakat;
b.menempatkan dalam Berita Resmi PVT.
(2)Tanggal mulai diumumkannya permohonan hak PVT dicatat oleh Kantor PVT dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 26
Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan dengan mencantumkan:
a.nama dan alamat lengkap pemohon hak PVT atau pemegang kuasa;
b.nama dan alamat lengkap pemulia;
c.tanggal pengajuan permohonan hak PVT atau tanggal, nomor dan negara tempat permohonan hak PVT yang pertama kali diajukan dalam hal permohonan hak PVT dengan hak prioritas;
d.nama varietas;
e.deskripsi varietas;
f.deskripsi yang memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) untuk varietas transgenik.

Pasal 27
Kantor PVT menyediakan tempat yang khusus untuk memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang berkepentingan untuk melihat dokumen permohonan hak PVT yang diumumkan.

Pasal 28
(1)Selama jangka waktu pengumuman, setiap orang atau badan hukum setelah memperhatikan pengumuman permohonan hak PVT dapat mengajukan secara tertulis pandangan atau keberatannya atas permohonan hak PVT yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.
(2)Dalam hal terdapat pandangan atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan atau keberatan tersebut kepada yang mengajukan permohonan hak PVT.
(3)Pemohon hak PVT berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan atau keberatan tersebut kepada Kantor PVT.
(4)Kantor PVT menggunakan pandangan, keberatan, dan sanggahan serta penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam memutuskan permohonan hak PVT.

Bagian Kedua
Pemeriksaan

Pasal 29
(1)Permohonan pemeriksaan substantif atas permohonan hak PVT harus diajukan ke Kantor PVT secara tertulis selambat-lambatnya satu bulan setelah berakhirnya masa pengumuman dengan membayar biaya pemeriksaan tersebut.
(2)Besarnya biaya pemeriksaan substantif ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 30
(1)Pemeriksaan substantif dilakukan oleh Pemeriksa PVT, meliputi sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan varietas yang dimohonkan hak PVT.
(2)Dalam melaksanakan pemeriksaan, Kantor PVT dapat meminta bantuan ahli dan/atau fasilitas yang diperlukan termasuk informasi dari institusi lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
(3)Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menjaga kerahasiaan varietas yang diperiksanya.
(4)Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan, kualifikasi Pemeriksa PVT dan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 31
(1)Pemeriksa PVT berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat oleh Menteri berdasarkan syarat-syarat tertentu.
(2)Kepada Pemeriksa PVT diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 32
(1)Atas hasil laporan pemeriksaan PVT, apabila varietas yang dimohonkan hak PVT ternyata mengandung ketidakjelasan atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting, Kantor PVT memberitahukan secara tertulis hasil pemeriksaan tersebut kepada pemohon hak PVT.
(2)Pemberitahuan hasil pemeriksaan harus secara jelas dan rinci mencantumkan hal-hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan kelengkapan yang dinilai penting berikut jangka waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan.
(3)Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemohon hak PVT tidak memberikan penjelasan atau tidak memenuhi kekurangan kelengkapan termasuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap permohonan yang telah diajukan, Kantor PVT berhak menolak permohonan hak PVT tersebut.

Bagian Ketiga
Pemberian atau Penolakan Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 33
(1)Kantor PVT harus memutuskan untuk memberi atau menolak permohonan hak PVT dalam waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
(2)Apabila diperlukan perpanjangan waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor PVT harus memberitahukan kepada pemohon hak PVT dengan disertai alasan dan penjelasan yang mendukung perpanjangan tersebut.

Pasal 34
(1)Apabila laporan tentang hasil pemeriksaan atas varietas yang dimohonkan hak PVT yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menyimpulkan bahwa varietas tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, Kantor PVT memberitahukan secara resmi persetujuan pemberian hak PVT untuk varietas yang bersangkutan kepada pemohon hak PVT.
(2)Hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Sertifikat hak PVT.
(3)Hak PVT yang telah diberikan, dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.
(4)Kantor PVT dapat memberikan salinan dokumen PVT kepada anggota masyarakat yang memerlukan dengan membayar biaya.

Pasal 35
(1)Apabila permohonan hak PVT dan/atau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa PVT menunjukkan bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 11 dan/atau Pasal 14, maka Kantor PVT menolak permohonan hak PVT tersebut dan memberitahukan penolakan secara tertulis kepada pemohon hak PVT.
(2)Surat penolakan permohonan hak PVT harus dengan jelas mencantumkan pula alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan serta dicatat dalam Daftar Umum PVT.
(3)Pemberian hak PVT atau penolakan permohonan hak PVT diumumkan oleh Kantor PVT dengan cara yang sama seperti halnya pengumuman permohonan hak PVT.
(4)Ketentuan mengenai pemberian atau penolakan permohonan hak PVT berikut bentuk dan isinya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Bagian Keempat
Permohonan Banding

Pasal 36
(1)Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan hak PVT yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 28, dan Pasal 32.
(2)Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon hak PVT atau kuasa hukumnya kepada Komisi Banding PVT disertai uraian secara lengkap keberatan terhadap penolakan permohonan hak PVT berikut alasannya selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal pengiriman surat penolakan permohonan hak PVT dengan tembusan kepada Kantor PVT.
(3)Alasan banding harus tidak merupakan alasan atau penyempurnaan permohonan hak PVT yang ditolak.
(4)Komisi Banding PVT merupakan badan khusus yang diketuai secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada di departemen.
(5)Anggota Komisi Banding PVT berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya tiga orang, terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan dan pemeriksa PVT senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permohonan hak PVT yang bersangkutan.
(6)Ketua dan anggota Komisi Banding PVT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Pasal 37
Apabila jangka waktu permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, maka penolakan permohonan hak PVT dianggap diterima oleh pemohon hak PVT dan keputusan penolakan tersebut dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 38
(1)Permohonan banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding PVT selambat-lambatnya tiga bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding PVT.
(2)Keputusan Komisi Banding PVT bersifat final.
(3)Dalam hal Komisi Banding PVT menyetujui permohonan banding, Kantor PVT wajib melaksanakan keputusan Komisi Banding dan mencabut penolakan hak PVT yang telah dikeluarkan.
(4)Apabila Komisi Banding PVT menolak permohonan banding, Kantor PVT segera memberitahukan penolakan tersebut.

Pasal 39
Susunan organisasi, tata kerja Komisi Banding PVT, tata cara permohonan dan pemeriksaan banding, serta penyelesaiannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

BAB V
PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Pengalihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 40
(1)Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:
a.pewarisan;
b.hibah;
c.wasiat;
d.perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
e.sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
(2)Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan itu.
(3)Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(4)Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 41
Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.

Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 42
(1)Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
(2)Kecuali jika diperjanjikan lain, maka pemegang hak PVT tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya.
(3)Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satu atau beberapa kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 43
(1)Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri.
(2)Dalam hal perjanjian lisensi tidak dicatatkan di Kantor PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
(3)Ketentuan mengenai perjanjian lisensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Lisensi Wajib

Pasal 44
(1)Setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan Lisensi Wajib kepada Pengadilan Negeri untuk menggunakan hak PVT yang bersangkutan.
(2)Permohonan Lisensi Wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa:
a.hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b.hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pasal 45
Lisensi Wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu hak PVT yang diberikan oleh Pengadilan Negeri setelah mendengar konfirmasi dari pemegang hak PVT yang bersangkutan dan bersifat terbuka.

Pasal 46
(1)Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), Lisensi Wajib hanya dapat diberikan apabila:
a.Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kemampuan dan fasilitas untuk menggunakan sendiri hak PVT tersebut serta telah berusaha mengambil langkah-langkah untuk mendapatkan lisensi dari pemegang hak PVT atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil.
b.Pengadilan Negeri menilai bahwa hak PVT tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat.
(2)Pemeriksaan atas permohonan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT dan pemegang hak PVT yang bersangkutan.
(3)Lisensi Wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari hak PVT.

Pasal 47
Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Pengadilan Negeri memperoleh keyakinan bahwa belum cukup jangka waktu bagi pemegang hak PVT untuk menggunakannya secara komersial di Indonesia, Pengadilan Negeri dapat menetapkan penundaan untuk sementara waktu proses persidangan tersebut atau menolaknya.

Pasal 48
(1)Pelaksanaan Lisensi Wajib disertai dengan pembayaran royalti oleh pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT.
(2)Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan tata cara pembayarannya ditetapkan Pengadilan Negeri.
(3)Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi PVT atau perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 49
Dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian Lisensi Wajib dicantumkan hal-hal sebagai berikut:
a.alasan pemberian Lisensi Wajib;
b.bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian Lisensi Wajib;
c.jangka waktu Lisensi Wajib;
d.besarnya royalti yang harus dibayarkan pemegang Lisensi Wajib kepada pemegang hak PVT dan tata cara pembayarannya;
e.syarat berakhirnya Lisensi Wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
f.Lisensi Wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri;
g.lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan pihak yang bersangkutan secara adil.

Pasal 50
(1)Pemegang Lisensi Wajib berkewajiban mencatatkan Lisensi Wajib yang diterimanya pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.
(2)Lisensi Wajib yang telah dicatatkan, secepatnya diumumkan oleh Kantor PVT dalam Berita Resmi PVT.
(3)Lisensi Wajib baru dapat dilaksanakan setelah dicatatkan dalam Daftar Umum PVT dan pemegangnya telah membayar royalti.
(4)Pelaksanaan Lisensi Wajib dianggap sebagai pelaksanaan hak PVT.

Pasal 51
(1)Atas permohonan pemegang hak PVT Pengadilan Negeri setelah mendengar pemegang Lisensi Wajib dapat membatalkan Lisensi Wajib yang semula diberikannya apabila:
a.alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi Wajib tidak ada lagi;
b.penerima Lisensi Wajib ternyata tidak melaksanakan Lisensi Wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c.penerima Lisensi Wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya, termasuk kewajiban membayar royalti.
(2)Pemeriksaan atas permohonan pembatalan Lisensi Wajib dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam suatu persidangan dengan mendengarkan pendapat tenaga ahli dari Kantor PVT.
(3)Dalam hal Pengadilan Negeri memutuskan pembatalan Lisensi Wajib, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan, Pengadilan Negeri wajib menyampaikan salinan putusan tersebut kepada Kantor PVT untuk dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.
(4)Kantor PVT wajib memberitahukan pencatatan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang hak PVT, pemegang Lisensi Wajib yang dibatalkan, dan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatalan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak Kantor PVT menerima salinan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Pasal 52
(1)Lisensi Wajib berakhir karena:
a.selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya;
b.dibatalkan atau dalam hal pemegang Lisensi Wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada Kantor PVT sebelum jangka waktu tersebut berakhir.
(2)Kantor PVT mencatat Lisensi Wajib yang telah berakhir jangka waktunya dalam buku Daftar Umum PVT, mengumumkan dalam Berita Resmi PVT, dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemegang hak PVT serta Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya.

Pasal 53
Batal atau berakhirnya Lisensi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 berakibat pulihnya pemegang hak PVT atas hak PVT yang bersangkutan.

Pasal 54
(1)Lisensi Wajib tidak dapat dialihkan kecuali jika dilakukan bersamaan dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan hak PVT yang bersangkutan atau karena pewarisan.
(2)Lisensi Wajib yang beralih tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.

Pasal 55
Ketentuan mengenai Lisensi Wajib diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
BERAKHIRNYA HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 56
Hak PVT berakhir karena:
a.berakhirnya jangka waktu;
b.pembatalan;
c.pencabutan.

Bagian Kedua
Berakhirnya Jangka Waktu Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 57
(1)Hak PVT berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perlindungan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2)Kantor PVT mencatat berakhirnya hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Ketiga
Pembatalan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 58
(1)Pembatalan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.
(2)Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata:
a.syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan/atau ayat (3) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
b.syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan/atau ayat (5) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
c.hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
(3)Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di luar alasan-alasan yang ditetapkan pada ayat (2).

Pasal 59
(1)Dengan dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang berkaitan dengan hak PVT hapus terhitung sejak tanggal diberikannya hak PVT, kecuali apabila ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri.
(2)Kantor PVT mencatat putusan pembatalan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Bagian Keempat
Pencabutan Hak Perlindungan Varietas Tanaman

Pasal 60
(1)Pencabutan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT.
(2)Hak PVT dicabut berdasarkan alasan:
a.pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam bulan;
b.syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam Pasal 2;
c.pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan menyiapkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
d.pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT; atau
e.pemegang hak PVT mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya, serta alasannya secara tertulis kepada Kantor PVT.

Pasal 61
(1)Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir terhitung sejak tanggal pencabutan hak tersebut.
(2)Kantor PVT mencatat putusan pencabutan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 62
Dalam hal hak PVT dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, apabila pemegang hak PVT telah memberikan lisensi maupun Lisensi Wajib kepada pihak lain dan pemegang lisensi tersebut telah membayar royalti secara sekaligus kepada pemegang hak PVT, pemegang hak PVT berkewajiban mengembalikan royalti dengan memperhitungkan sisa jangka waktu penggunaan lisensi maupun Lisensi Wajib.

BAB VII
BIAYA

Pasal 63
(1)Untuk kelangsungan berlakunya hak PVT, pemegang hak PVT wajib membayar biaya tahunan.
(2)Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan surat PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang ini wajib membayar biaya.
(3)Ketentuan mengenai besar biaya, persyaratan dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VIII
PENGELOLAAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Pasal 64
(1)Untuk pengelolaan PVT dibentuk Kantor PVT.
(2)Pengelolaan PVT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)Kantor PVT menyelenggarakan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan, dan pelayanan informasi PVT.

Pasal 65
(1)Dalam melaksanakan pengelolaan PVT, Kantor PVT bertanggung jawab kepada Menteri.
(2)Menteri membentuk komisi, yang keanggotaannya terdiri dari para profesional dan bersifat tidak tetap, yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang pengelolaan PVT sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan PVT.

BAB IX
HAK MENUNTUT

Pasal 66
(1)Jika suatu hak PVT diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang atau badan hukum yang seharusnya berhak atas hak PVT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka orang atau badan hukum yang berhak tersebut dapat menuntut ke Pengadilan Negeri.
(2)Hak menuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diberikan Sertifikat hak PVT.
(3)Salinan putusan atas tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 67
(1)Pemegang hak PVT atau pemegang lisensi atau pemegang Lisensi Wajib berhak menuntut ganti rugi melalui Pengadilan Negeri kepada siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(2)Tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) hanya dapat diterima apabila terbukti varietas yang digunakan sama dengan varietas yang telah diberi hak PVT.
(3)Putusan Pengadilan Negeri tentang tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera disampaikan kepada Kantor PVT untuk selanjutnya dicatat dalam Daftar Umum PVT dan diumumkan dalam Berita Resmi PVT.

Pasal 68
(1)Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, maka Hakim dapat memerintahkan pelanggar hak PVT tersebut, selama masih dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri, untuk menghentikan sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(2)Hakim dapat memerintahkan penyerahan hasil pelanggaran hak PVT untuk dilaksanakan, apabila putusan Pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan setelah orang atau badan hukum yang dituntut, membayar ganti rugi kepada pemilik barang yang beritikad baik.

Pasal 69
Hak untuk mengajukan tuntutan sebagaimana diatur dalam BAB ini tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak PVT.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 70
(1)Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan PVT, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang PVT.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
b.melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang PVT;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang PVT;
d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang PVT;
e.melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang PVT;
f.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang PVT.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 71
Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) tanpa persetujuan pemegang hak PVT, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 23, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 73
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) untuk tujuan komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 75
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam BAB ini adalah tindak pidana kejahatan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta
Pada Tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 241[center]


sumber : hukumonline.com

Sponsored content



Kembali Ke Atas  Message [Halaman 1 dari 1]

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik