Plagiasi merupakan pengambilan hasil karya atau pendapat orang lain dan menjadikannya seakan-akan hasil karya atau pendapatnya sendiri
Contoh kasus plagiat yang menghebohkan Indonesia :
1. Chairil Anwar (1949)
Penyair Chairil Anwar pernah dituduh menjiplak karya tulis. Tak tanggung-tanggung, yang menuduh Hans Bague Jassin melalui tulisannya di Mimbar Indonesia berjudul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat membahas puisi Kerawang-Bekasi. Kritikus sastra yang juga bergelar Paus Sastra Indonesia itu membandingkan puisi Chairil dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish, penyair Amerika Serikat.
Jassin tidak menyalahkan Chairil. Menurut dia, meskipun mirip, tetap ada rasa Chairil di dalamnya. Sedangkan sajak MacLeish, menurut Jassin, hanyalah katalisator penciptaan. Namun tanggapan Chairil bisa berbeda, apalagi Jassin menyebut tindakan Chairil meniru sajak MacLeish karena butuh uang untuk biaya berobat ke dokter. Ketegangan mereka sempat memuncak pada suatu acara di Gedung Kesenian Jakarta. Chairil dan Jassin sempat berkelahi.
Archibald MacLeish
The Young Dead Soldier
Nevertheless they are heard in the still houses: who has not heard them?
They have a silence that speaks for them at night and when the clock counts.
They say, We were young. We have died. Remember us.
They say, We have done what we could but until it is finished it is not done.
They say, We have given our lives but until it is finished no one can know what our lives gave.
They say, Our deaths are not ours: they are yours: they will mean what you make them.
They say, Whether our lives and our deaths were for peace and a new hope or for nothing we cannot say: it is you who must say this.
They say, We leave you our deaths: give them their meaning: give them an end to the war and a true peace: give them a victory that ends the war and a peace afterwards: give them their meaning.
We were young, they say. We have died. Remember us.
Chairil Anwar
KARAWANG - BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Pada sajak Chairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi memang banyak ditemukan kemiripan dengan sajak Archibald MacLeish yang berjudul The Young Dead Soldiers. Adanya kesamaan sajak tersebut merupakan hal yang wajar. Mungkin kesamaan itu ada karena faktor ketidak sengajaan. Dalam ulasan dari Asrul Sani dikemukakan bahwa Chairil Anwar mempunyai daya ingat yang tajam dalam hal sastra. Mungkin karena faktor tersebut ada pengaruh dari sajak yang pernah dibaca oleh Chairil Anwar terhadap karya-karya yang dibuatnya. Mungkin sajak The Young Dead Soldiers karya Archibald MacLeish pernah dibaca sebelumnya oleh Chairil Anwar di sebuah media dan menjadi salah satu inspirasi dalam karya sastranya. Hal tersebut tentu saja tidak dapat dikatakan sebagai plagiat.Chairil Anwar tidak mengcopy sajak Archibald MacLeish secara mentah-mentah. Mungin ada beberapa baris dari sajak yang dibuatnya yang memiliki sedikit kesamaan, namun G.S Kumajat hanya menekankan bagian yang sama. Tidak memahas perbedaan sajak tersebut yang memang jauh lebih banyak.
Kata-kata dalam sajak Chairil anwar sangat bagus dan gambarannya sangat berbeda dengan Archibald MacLeish. Mereka memang mebicarakan hal yang sama yakni tentang perjuangan para tentara yang telah gugur yang harus diteruskan oleh masa pendatang. Sajak Karawang-Bekasi merupakan sajak milik pribadi Chairil Anwar, yang mungkin sedikit masuk pengaruh dari sajak The Young Dead Soldiers karya Archibald MacLeish.
Terlihat adanya jiwa Chairil Anwar yang sungguh-sungguh menulis sajak ini
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Dalam sajak Karawang-Bekasi milik Chairil Anwar tentu terlihat keindahan diksi, khas Chairil Anwar yang tentunya tidak terlihat dalam sajak The Dead Tyoung Soldiers milik Archibald MacLeish.
sumber : http://nasional.tempo.co/read/news/2014/02/18/078555420/8-kasus-plagiat-yang-menghebohkan-indonesia/2
http://sovasakina.blogspot.co.id/2012/06/sajak-karawang-bekasi-chairil-anwar-dan.html
2. Amir Santoso (1979)
Ia dituduh membajak karya tulis ilmiah dari berbagai kalangan, bahkan dari kalangan mahasiswanya sendiri. Amir juga mencaplok karya intelektual pakar lain. Apa yang dilakukan Amir Santoso itu dalam rangka mencapai gelar profesor (guru besar Universitas Indonesia).
DOKTOR Ilmu Politik Amir Santoso, tampaknya, memperoleh kado akhir tahun. Kadonya rada khusus, yakni tudingan sebagai plagiator, Iewat sebuah naskah gelap di jaringan Internet. Gara-gara tuduhan plagiat ke alamat Amir itu, almamaternya nan bergengsi, Universitas Indonesia (UI), terpaksa menangguhkan permohonan pengukuhan gelar guru besar untuk Amir.
"Sambil menunggu hasil penelitian terhadap kebenaran tuduhan itu, usul guru besar bagi Amir untuk sementara ditarik. Bila nanti Amir tak terbukti melakukan plagiat, usul itu akan diajukan kembali ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan," kata Prof . Dr. Budyatna, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ul.
Boleh dibilang, naskah gelap di Internet itulah yang membuat karir akademis Amir jadi tersendat. Naskah itu berjudul Kasus Plagiat Amir Santoso Terbangkar, yang terpampang di kios Indonesia-L. Berita dari sumber tak jelas ilu menuding Amir, dosen FISIP UI yang juga direktur sebuah lembaga pengkajian politik, Center for Policy and Development Studies (CPDS), telah menjiplak 22 karya tulis ilmiah sejumlah pakar ilmu sosial dan mahasiswanya sendiri.
Praktik plagiat yang ditudingkan ke arah Amir, menurut tulisan itu, dilakukan secara kasar. Soalnya Amir hanya mengganti judul beberapa karya tersebut, sedangkan isinya hampir tak diubah. Makalah dan artikel itu lantas dikumpulkan Amir menjadi sebuah di ktat, untuk kemudian dilampirkan sebagai salah satu bahan persyaratan memperoleh gelar guru besar atawa profesor.
Hebatnya, pada akhir naskah Internet itu dicantumkan pula judul karya tulis berikut nama para pengarangnya. Ada nama Riswanda Imawan, Mochtar Mas'oed, Cornelis Lay, dan Prof. Dr. Sediono Tjondronegoro.
Segera saja, naskah gelap itu mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Sejumlah artikel yang rnengecam dan membela Amir pun bermunculan di kios yang sama.
Amir sendiri dengan tegas membantah tuduhan plagiat. "Saya tiap hari bikin makalah. Jadi, mengapa harus nyontek-nyontek makalah orang?" kata Direktur Program Pascasarjana Universitas Jayabaya itu seperti dikutip Republika.
Mestinya, secara akademis, persyaratan yang dibutuhkan Amir untuk mencapai jenjang guru besar sudah memadai. Ia, seperti diakui Budyatna, telah membuat sejumlah karya ilmiah dan penelitian. Karena itu, "Kami mengajukannya sebagai kandidat guru besar," ucap Budyatna.
Menguji Kejujuran Ilmiah
Memang, untuk promosi sebagai gutu besar, Amir yang masih berpangkat rektor kepala madya mesti mengumpulkan sedikitnya 300 kredit poin (cum). Karena itu, ia harus menghasilkan sejumlah karya ilmiah dan kemudian dipublikasikan, baik melalui buku atau jurnal ilmiah. Selain itu, ia juga harus mempertinggi jam terbang mengajar, ceramah, seminar, dan penelitian ilmiah secara mandiri.
Karena semua persyaratan itu dianggap telah dipenuhi Amir, tak mengherankan bila Budyatna mensinyalir bahwa tuduhan plagiator terhadap Amir lebih bermatan politis. Hal senada juga dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro. ''Kelihatannya, (tuduhan) itu ada unsur politis," kata Wardiman.
Dugaan adanya unsur politis diduga pula berkaitan dengan posisi Amir sebagai Direktur CPDS, yang didirikan empat tahun lalu: Kabarnya, belakangan ini terjadi konflik internal di tubuh CPDS. Konflik itu memuncak dengan munculnya tuduhan plagiat tadi. Ujung-ujungnya, sejumlah orang di CPDS, yang dimotori Fadli Zon, menuntut Amir mundur dari jabatannya di CPDS.
Untuk memperkuat tuntutan, Fadli Zon dkk. sudah mengumpulkan bukti-bukti berupa diktat yang digunakan Amir sebagai syarat untuk meraih gelar guru besar. Diktat-diktat itu, menurut Fadli, diperoleh dari sebuah sumber yang dirahasiakan.
Lantas, Fadli menunjukkan dua buah diktat perkuliahan bagi mahasiswa pascasarjana dan mahasiswa strata-1 FTSIP Ul, bersampul kuning, yang cukup tebal. Di sampul depan diktat tertulis "Bahan Kuliah (Diktat) Konsep-konsep llmu Politik untuk Mahasiswa Pasca Sarjana llmu Sosial dan llmu Politik Universitas Indonesia. Semester Ganjil 1995-1997". Lalu di bawahnya tertulis: Dosen: Amir Santoso, Ph. D.
Hanya membaca sampul itu memang tidak jelas, apakah diktat itu ditulis oleh orang lain dan dikuliahkan oleh Amir, ataukah diktat itu karya Amir. Amir, tentu saja, bisa membela diri, tak ada tercantum "oleh Amir Santoso" pada sampul. Meski, tak ada juga keterangan, artikel dalam diktat karya siapa.
Fadli buru-buru menyangkal anggapan bahwa sikapnya menentang Amir sebagai bukti terjadinya perpecahan di CPDS. Sebetulnya, "Ini murni persoalan bagaimana kita menguji sebuah kejujuran ilmiah," kata Fadli.
Fadli, lulusan Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Ul, mengaku melihat adanya indikasi kuat terjadinya tindak plagiat oleh Amir Santoso. Memang, ia juga tetap berusaha berpegang pada asas praduga tak bersalah. "Kalau memang keputusan Ul nanti menyatakan bahwa Amir bukan plagiat, kita harus hargai itu dan memulihkan nama baiknya," ujar Fadli.
Fadli dan sejumlah anggota CPDS merasa bahwa masalah Amir itu bakal berlarut-larut. Karena itu, mereka merancang pembentukan lembaga studi baru bemama Institute for Policy Study.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bambang Soehendro menyatakan belum bisa memastikan nasib gelar guru besar buat Amir. "Nanti akan kami cek: apa yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak untuk diangkat sebagai guru besar," kata Bambang Soehendro.
sumber : http://tempo.co.id/ang/min/02/43/nas3.htm
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/02/18/078555420/8-kasus-plagiat-yang-menghebohkan-indonesia/2