Khusman Anshory
13011117
Management Informatika | DMI.4.2
Contoh Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu
Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD
Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Mangga Dua. Daerah tersebut merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di salah satu pusat bisnis DKI Jakarta, yakni berada di sebelah Utara Jakarta.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini latar belakang pendidikannya rata-rata berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah. Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri sebagian besar berasal dari lingkungan sekitar dan selebihnya berasal dari luar daerah mangga dua.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan rata-rata telah melakukan perdagangan di Mangga Dua lebih dari 3 (tiga) tahun. Lama waktu perdagangan VCD/DVD/CD bajakan di lingkungan ini biasanya dimulai dari pukul 09.30 berakhir pukul 17.00. Waktu biasanya dibagi menjadi satu atau dua shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari pemilik kios tersebut.
VCD dan DVD bajakan yang dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi film dan DVD kosong. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual sebesar Rp. 4.000,-/keping.
Adapun VCD, DVD dan CD yang bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri. Contoh VCD musik dan lagu yang berasal dari luar negeri seperti Florida dan Akon yang berasal dari negeri Paman Sam, sedangkan untuk DVD seperti Film yang berjudul The Man of Steel. Untuk VCD musik dan lagu yang berasal dari dalam negeri seperti musik dan lagu milik Peterpan, Ada Band dan sebagainya, untuk filmnya yang dimuat dalam bentuk DVD seperti, film Perahu Kertas, Laskar Pelangi dan lain sebagainya, sedangkan musik dan lagu yang dibajak dalam bentuk CD seperti musik dan lagu, Slank, Gigi, Melly Goeslow, Dewa dan banyak lagi yang lainnya.
Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 1.000 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di daerah mangga dua kira-kira ada lebih dari 350-an kios yang melakukan perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari jumlah tersebut ada yang sifatnya kios permanen dan temporer. Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal.
Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, keamanan, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas.
Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3. kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.
Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Upaya pencegahan selain yang di atur sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan juga melalui permintaan dari pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal dengan istilah penetapan sementara pengadilan atau injunction.Biasanya, permintaan seperti ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan penetapan sementara. Tujuannya adalah:
1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
3. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Proses keperdataan ini tentunya berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/DVD bajakan. Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya: Pertama,proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua,proses keperdataan biasanya menuntut pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga,sedikitnya atau minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana. Sebagaimana diketahui, hukum hak cipta telah menentukan bahwa delik yang ditetapkan adalah delik biasa. Konsekuensi delik seperti ini adalah memposisikan pihak kepolisian harus proaktif dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta, dengan tidak harus menunggu adanya pelaporan dari pencipta/pemegang hak cipta.
Proses pidana ini diawali dengan tindakan penyidikan oleh pihak kepolisian. Setelah proses dikepolisian selesaikan, maka dilanjutkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penuntutan. Apabila tuntutan telah dibuat, proses selanjutya adalah pemeriksaan di Pengadilan Negeri oleh pihak hakim. Hakim berperan tidak hanya memeriksa perkara tetapi hingga memutuskan perkara tersebut.
Langkah – Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.
Dengan ditemukannya permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat pemerintah atau penegak hukum.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebenarnya baik pemerintah maupun aparat penegak hukum telah mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan.
Langkah-langkah hukum yang biasanya dilakukan oleh pemerintah, misalnya melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta dan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah pusat seperti Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal sosialisasi tentang hak cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta.
Sosialisasi atas hak cipta terkadang dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.
Salah satu persoalan di dalam memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran masyarakat atas hak cipta ini.
Selanjutnya, masalah lainnya dari langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan. Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem terjadual. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.
Penegakan hukum hak cipta oleh pihak kepolisian sebenarnya memposisikan polisi harus proaktif. Hal ini sejalan dengan delik pidana yang dianut yakni delik biasa. Delik biasa ini artinya polisi diberikan wewenang untuk mengambil tindakan hukum setiap saat jika ditemukan adanya pelanggaran hak cipta, tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Secara teoritik penerapan delik biasa dalam ketentuan hukum hak cipta dikarenakan adanya beberapa pertimbangan:
1. Kerugian ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Negara juga ikut dirugikan akibat tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajakan tersebut.
2. Adanya pelanggaran hak cipta yang tidak ditangani dengan serius pada akhirnya dapat menambah tatanana sosial, hukum dan ekonomi.
3. Pelanggaran hak cipta sebagai hak milik perorangan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai delik biasa seperti halnya terhadap pencurian, perampasan, penipuan.
Dari hasil tindakan hukum refresif ini diperoleh hasil-hasil berupa tindakan penyitaan atas produk-produk VCD/DVD bajakan dengan jumlah 500 ribu keping.
Dalam hal penegakan hukum refresif ini nampaknya ada berbagai macam kendala yang ditemukan. Kendala tersebut, di antaranya;
Pertama, dari segi ketentuan hukum hak cipta, masih disadari adanya perbedaan penafsiran terutama terkait dengan ketentuan Pasal 72 UU Hak Cipta. Untuk penerapan ketentuan Pasal 72 ini senantiasa harus menyertakan pelanggaran yang terdapat pada ayat (1). Padahal, pihak kepolisian dalam menerapkan ketentuan Pasal 72 ini tidak selalu menyertakan ketentuan Pasal 71 ayat (1).
Kedua, ketersediaan aparat penegak hukum yang terbatas dalam melakukan penanganan pelanggaran hak cipta. Di samping keterbatasan personil, juga aparat penegak hukum mengalami keterbatasan pemahaman atas hukum hak cipta. Maka, tidak jarang ketika aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum senantiasa melibatkan ahli-ahli di bidang hak cipta.
Ketiga, budaya masyarakat yang belum kondusif bagi penegakan hukum hak cipta. Tindakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum sering dipahami sebagai suatu bentuk kesewenang-wenangan. Padahal, hal ini barangkali disebabkan budaya masyarakat terutama yang melakukan pelanggaran, di mana pelanggaran tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan cenderung mendapat “pembenaran.” Sederhananya, budaya menghargai hak orang lain di masyarakat belum benar-benar terbangun.
Keempat, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sering dibenturkan dengan tindakan-tindakan politis. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap penegakan hukum hak cipta secara keseluruahan. Semisal, adanya tindakan demonstrasi oleh para pelanggar kepada pihak legislatif daerah. Tindakan demonstrasi itu sendiri mendapatkan tanggapan dari para wakil rakyat di daerah yang cenderung dipahaminya hanya dari segi politis.
Memahami sejumlah kendala dalam penegakan hukum hak cipta, maka diperlukan upaya-upaya pembenahan atas penegakan hukum hak cipta sendiri.
Beberapa hal yang semetinya dilakukan guna menunjang efektifitas penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui:
Pertama,perlunya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang memadai serta adanya kepatuhan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran.
Kedua,perlunya penegakan hukum yang konsisten. Penegakan hukum yang efektif, akan memberikan perlindungan kepada pemilik atau pemegang hak, yang selanjutnya akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan berbagai kegiatan dalam masyarakat umum, negara dan perekonomian nasional.
Ketiga,diperlukan kerjasama, koordinasi dan strategi yang terpadu antara aparat penegak hukum. Penegakan hukum oleh aparat pemerintah dilaksanakan oleh berbagai instansi yang terkait antara lain; Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Ditjen HKI, Deperindag, Pemda dan lain-lain.
Sejalan dengan itu Ramelan memberikan pendapatnya bahwa dalam melakukan penegakan hukum hak cipta diperlukan kebijakan dan strategi penegakan hukum. Untuk kebijakan penegakan hukum hak cipta menurutnya dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yuridis dalam rangka mewujudkan cita ketertiban dan kepastian hukum, pendekatan filosofis dalam rangka menegakan cita keadilan, dan pendekatan sosiologis dalam rangka mewujudkan cita manfaat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, membangun kepercayaan masyarakat terhadap hukum dengan memberdayakan institusi penegakan hukum.
Ketiga, sumber daya manusia memiliki peran yang menentukan dalam mengemban dan mengembangkan misi aparat penegak hukum, di samping sarana dan prasarana. Untuk masud tersebut, kebijakan penegakan hukum hak cipa diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga memiliki kemampuan serta keterampilan yang meliputi:
a). Pengembangan profesionalisme dibidang penguasaan pengetahuan teknis dan menajerial;
b). Meningkatkan integritas kepribadiaan;
c). Memupuk siakp/kader disiplin aparatur.
Keempat, membangun budaya masyarakat yang patuh dan taat hukum sebagai iklim yang kondusif dalam penegakan hukum.
Untuk strategi penegakan hukum hak cipta beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah:
Pertama, penyidikan dan penuntutan tindak pidana hak cipta diarahkan untuk mengungkap sumber kejahatan yang melibatkan pelaku-pelaku produsen kejahatan hak cipta bukan sekedar pengedar atau pemakai. Stretegi ini dimaksudkan untuk membangun dan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional bahwa pemerintah benar-benar serius memberikan perlindungan hak cipta.
Kedua, meningkatkan pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum yang memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Strategi ini dimaksudkan agar proses penegakan hukum berlangsung secara proposional dan profesional, sehingga aparat penegak hukum terhindar dari kesalahan dalam proses penyidikan, penuntutan, putusan dan ekekusi.
Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip akutabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum hak cipta. Strategi ini ditujukan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu agar diupayakan publikasi penanganan perkara sejak dari penyidikan sampai dengan eksekusi secara terus menerus sehingga masyarakat mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian perkara tersebut secara benar. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menentukan posisi partisipasinya dalam pemberantasan dan penegakan kejahatan hak cipta.
Keempat, mengembangkan sistem manajemen dan organisasi penegak hukum yang mantap sebagai pengayom masyarakat. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat dengan mudah dan jelas menyampaikan laporan atas kejahatan yang ditemukan kepada aparat penegak hukum.
Kelima, mengembangkan keterpaduan dalam proses penegakan hukum melalui penyelidikan/ penyidikan gabungan antara penyidik dan penuntut umum. Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penanganan perkara, mencegah terjadinya bolak-balik perkara antara penuntut umum dengan penyidik.
Sumber : MILDSEND.WORDPRESS.COM