PEMBAHASAN
Suatu kejahatan dapat didekati dari dua pendekatan utama, yaitu yuridis dan kriminologis. Secara yuridis, kejahatan diartikan sebagai setiap perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana yang berlaku di masyarakat. Sedangkan secara kriminologis, kejahatan bukan saja perbuatan yang melanggar undang-undang atau hukum pidana tetapi lebih luas lagi, yaitu mencakup perbuatan yang antisosial, yang merugikan masyarakat, walaupun perbuatan itu belum atau tidak diatur dalam hukum pidana.
Dalam dunia kriminal, dikenal istilah White Collar Crimes (Kejahatan ”kerah putih”) dan Street Crimes (Kejahatan jalanan). Kejahatan kerah putih berbenturan dengan kejahatan jalanan. Contoh dari jenis kejahatan kerah putih, antara lain korupsi, penyuapan, penggelapan pajak, penipuan, dll. Jika kejahatan kerah putih dilakukan oleh para profesional di bidangnya dan ”terhormat”, maka kejahatan jalanan banyak dilakukan oleh pelaku yang berstatus sosial rendah. Hal ini berarti, para pelakunya kebanyakan berpendidikan rendah, berpenghasilan rendah, dan pekerja rendah atau pengangguran.
Selain itu, korban kejahatan kerah putih biasanya tidak tampak dan dampak yang ditimbulkannya membutuhkan waktu lama. Hal ini berbeda dengan kejahatan jalanan di mana korbannya bersifat individu atau kelompok, dan korban kejahatannya jelas dan langsung terasa dampak kerugiannya, karena kebanyakan jenis kejahatan ini menggunakan kekerasan fisik untuk melukai korbannya. Hal inilah yang menjadikan kejahatan jalanan menjadi jenis kejahatan yang meresahkan dan menimbulkan reaksi sosial yang keras dari masyarakat.
Kejahatan jalanan awalnya istilah yang dipakai untuk menjelaskan kejahatan kekerasan di area publik. Dalam perkembangannya, sekarang berbagai kejahatan ”gaya lama” yang terjadi secara umum sering disebut sebagai kejahatan jalanan, seperti pencurian, penjambretan, prostitusi, dan transaksi narkoba. Banyak yang beranggapan bahwa kejahatan jalanan lebih berbahaya bila dibandingkan dengan kejahatan kerah putih, namun sebenarnya bila dilihat dari dampak yang ditimbulkan, korban dari kejahatan kerah putih lebih banyak dan kerugian material yang diakibatkan juga lebih besar, meski tidak terdeteksi karena korban dari jenis kejahatan ini tidak merasakan dampaknya secara langsung. Setiap hari masyarakat, melalui media massa selalu dihadapkan pada peristiwa kejahatan, baik kejahatan kerah putih maupun kejahatan jalanan. Kejahatan dengan dampak yang luas di masyarakat, maupun kejahatan dengan ruang lingkup kecil yang terjadi di daerah. Peristiwa kejahatan tersebut kemudian dikemas menjadi sebuah berita.
Bentuk-bentuk kejahatan kerah putih, biasanya mencakup pencucian uang, pembobolan bank, rekayasa laporan keuangan, bidang perpajakan, transaksi elektronik, dan korupsi anggaran publik. Selain di bidang ekonomi, kejahatan kerah putih juga dapat berupa kejahatan terhadap lingkungan. Apa yang dilakukan oleh penjahat kerah putih selalu sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Rekayasa laporan keuangan, pencucian uang, kejahatan perbankan, dan kejahatan perpajakan, misalnya, jelas memanfaatkan celah yang ada dalam sistem laporan keuangan. Demikian pula kejahatan transaksi elektronik, memanfaatkan celah di tengah kecanggihan teknologi informasi.
Oleh karenanya, kejahatan kerah putih umumnya baru terbongkar setelah menimbulkan banyak korban. Sebab, tak mudah mengendusnya, karena sifatnya yang melebur dalam sistem, sehingga korban dan publik tak bisa melihatnya secara kasat mata. Seperti modus yang dilakukan Melinda, yang memanfaatkan kepercayaan nasabah kelas premium yang menjadi kliennya. Tanpa disadari pemilik dana, Melinda telah mengalihkan dana-dana mereka melalui transaksi fiktif.
Daya tangkap aparat keamanan terhadap modus-modus kejahatan kerah putih memang sangat rendah. Penjahat kerah putih selalu beberapa langkah lebih maju dibanding aparat dan aturan hukum, sehingga tak mudah untuk menjerat mereka, bahkan untuk membuktikannya. Sebab, para pelaku umumnya berada dalam sistem dan menguasai kecanggihan modus yang digunakan. Di sisi lain, belum ada penegak hukum dengan keahlian yang sebanding untuk mendeteksi apalagi menangkalnya. Persoalan lain yang melingkupi kejahatan kerah putih, para pelaku umumnya sulit dijerat hukum. Perlakuan yang diterima juga terlihat istimewa jika dibandingkan penjahat konvensional.
Ironisnya, penanganan kasus kejahatan kerah putih timbul tenggelam. Contohnya seperti kasus Gayus, yang sudah lama tak terdengar perkembangan penyidikan yang dilakukan Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Artalyta yang terbukti menyuap jaksa Urip pun tak perlu berlama-lama menanti remisi dari pemerintah. Ini semua bisa terjadi karena penjahat kerah putih menancapkan kukunya ke oknum petinggi di pemerintahan dan aparat penegak hukum. Tak hanya itu, mereka juga “merangkul” elite politik yang jika dibutuhkan, bisa memberi tekanan terhadap pemerintah dan penegak hukum. Mereka lihai melancarkan “politik sandera” dalam lingkaran kejahatan kerah putih. Dengan demikian, hukum pun takluk di hadapan penjahat berdasi.
Inilah dampak terburuk dari kejahatan kerah putih, yakni hancurnya sistem hukum. Kejahatan kerah putih mampu menciptakan labirin penegakan hukum. Manakala hal ini dibiarkan terus terjadi, akan semakin sulit untuk mengurainya, sehingga pulihnya supremasi hukum semakin jauh dari harapan. Oleh karenanya, aparat penegak hukum harus secepatnya membangun daya tangkal terhadap segala jenis kejahatan, terutama kejahatan kerah putih. Hal ini juga harus diimbangi berfungsinya pengawasan internal yang melekat di lembaga pemerintah dan korporasi.
Tantangan yang lebih besar tentu menutup celah interaksi negatif aparat penegak hukum dan pejabat pemerintah, serta elite politik, agar mereka tidak dijadikan tameng penjahat kerah putih. Diperlukan sosok pemimpin politik dan penegak hukum yang tidak memiliki beban untuk memberantas kejahatan kerah putih.
KAITAN CONTOH KASUS
Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime) adalah Suatu tindak kecurangan yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja pada sektor pemerintahan atau sektor swasta, yang memiliki posisi dan wewenang yang dapat mempengaruhi suatu kebijakan dan keputusan. Menurut Federal Beureau Investigation (FBI) kejahatan kerah putih (white collar crime) adalah berbohong, curang, dan mencuri. Istilah ini diciptakan pada tahun 1939 dan sekarang identik dengan berbagai macam penipuan yang dilakukan oleh para profesional bisnis dan pemerintah.
Sebuah kejahatan tunggal dapat menghancurkan sebuah perusahaan, keluarga bahkan menghancurkan atau memusnahkan kehidupan mereka melalui tabungan, atau investasi yang memakan biaya miliaran rupiah. Penipuan semakin canggih dari sebelumnya, dan diperlukan orang yang berdedikasi untuk menggunakan keterampilan melacak pelaku penipuan dan berhenti bahkan sebelum pelaku kejahatan mulai. Kejahatan kerah putih ini biasanya merupakan lanjutan dari kecurangan yang dilakukan oleh seseorang.
Penipuan berkedok investasi yang sedang marak terjadi dan semakin merajalela. Penipuan berkedok investasi dikarenakan bisnis investasi online yang semakin marak, baik berbentuk kerja sama bisnis, emas berjangka, maupun valuta asing. Selain menjanjikan keuntungan yang besar, bisnis ini juga dianggap praktis karena dilakukan secara real time di internet. Faktor keamanan bisnis ini belum ada yang menjamin karena memang tidak bisa dikontrol.
Contoh kasus penipuan yang baru-baru ini terjadi adalah kasus yang menimpa pedangdut Annisa Bahar. Annisa Bahar mengaku tertipu bisnis ini hingga Rp 1,5 miliar. Annisa semula tergiur karena investasi ini menjanjikan keuntungan 300 persen. Selain itu, keuntungan akan diberikan setiap hari. Annisa mulai bergabung pada awal November Penipuan berkedok investasi bukan hanya terjadi pada saat ini saja tetapi memang sudah menjadi rahasia umum. Karena seperti layaknya investasi, high return berarti high risk. Tetapi trading emas yang dilakukan oleh Annisa Bahar itu termasuk investasi yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena seperti yang pernah dilihatnya di beberapa iklan yang mengklaim sebagai online trading menjanjikan return sebesar dua persen dalam waktu sehari. Karena secara peraturan, return tidak boleh dijanjikan. Sama seperti saham, bisa rugi dan bisa untung karena memang tidak pasti.
Menurut Dony Kleden Rohaniwan (2011) seorang Pemerhati politik, kejahatan kerah putih (white collar crime) adalah istilah temuan Hazel Croal untuk menyebut berbagai tindak kejahatan di lembaga pemerintahan yang terjadi, baik secara struktural yang melibatkan sekelompok orang maupun secara individu. Hazel Croal mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai penyalahgunaan jabatan yang legitim sebagaimana telah ditetapkan oleh hukum.
Umumnya, skandal kejahatan kerah putih sulit dilacak karena dilakukan pejabat yang punya kuasa untuk memproduksi hukum dan membuat berbagai keputusan vital. Kejahatan kerah putih terjadi dalam lingkungan tertutup, yang memungkinkan terjadinya sistem patronase. Contoh kejahatan kerah putih adalah pencucian uang (money laundering), penipuan kepailitan (fraud bankruptcy), penipuan perusahaan, penipuan kredit rumah, penipuan asuransi, penipuan saham dan efek, penipuan lewat internet, kredit fiktif, dan penipuan lain yang berhubungan dengan uang
Menurut Gunadi (2009) dalam kejahatan kerah putih yang juga disebut kejahatan keuangan berlaku beberapa aksioma yaitu:
1. Kecurangan selalu tersembunyi.
2. Pelaku tidak menandatangani dokumen (memerintahkan orang lain untuk menandatangani).
3. Pelaku tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP).
4. Pelaku ingin menikmati hasil kejahatannya.
Oleh karena itu, harus dilakukan investigasi yang tepat untuk merekam jejak transaksi finansial (follow the money) untuk menghasilkan temuan yang berkualitas dan sulit untuk dipungkiri.
Bentuk kejahatan kerah putih adalah perdagangan saham oleh orang dalam, konspirasi antitrust dalam pembatasan perdagangan, mengetahui pemeliharaan dari kondisi tempat kerja yang membahayakan kesehatan, dan penipuan oleh dokter terhadap program pemanfaatan medis. Ukuran yang digunakan untuk membedakan seseorang melakukan kejahatan kerah putih dari kejahatan lainnya adalah, bahwa tindakan yang dilaksanakan merupakan bagian dari peran jabatan yang dilanggar; suatu peran yang biasanya menempati dunia bisnis, politik, atau profesi (Green, 1990).
Kita mungkin sering mendengar pembagian bisnis menurut tempat dan cara kerjanya yakni bisnis online dan offline. Adapun bisnis online adalah bisnis yang dilakukan dengan bantuan jaringan internet seperti investasi online, forex trading atau bisnis melalui penjualan barang dan jasa yang biasa digunakan sehari hari seperti kebutuhan wanita, pakaian dan sejenisnya yang dilakukan secara online melalui internet. Sedangkan bisnis offline adalah bisnis yang dilakukan secara langsung seperti jual beli atau penawaran jasa yang dilakukan secara offline atau tidak membutuhkan koneksi internet, dan sebagainya
Dalam peraturan trading emas, tidak boleh menjanjikan keuntungan. Untuk itulah disarankan kepada calon-calon investor untuk mengikuti pelatihan-pelatihan trading agar dapat memahami secara lengkap, sehingga dapat meminimalkan risiko, termasuk risiko penipuan. Hal ini juga berlaku untuk semua jenis investasi baik yang online maupun tidak. Sementara itu, untuk menghindari berbagai risiko dalam investasi termasuk investasi online, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan teliti.
Penipuan berkedok investasi harus diantisipasi dengan melakukan beberapa tips berikut ini:
Pastikan mengerti risiko dan keuntungan dari investasi tersebut.
Pastikan perusahaan tersebut memang legal secara badan hukum Indonesia.
Sebelum menandatangani apa pun, pastikan dibaca seluruh klausa yang ada.
Seperti semua investasi lainnya, pastikan investor maupun calon investor mengerti cara kerja investasi tersebut.
Ingat setiap investasi ada risikonya, semakin tinggi return yang dijanjikan, tersirat risiko yang semakin tinggi.
Sebaiknya sebelum Anda memutuskan untuk mengikuti investasi online ini, pastikan anda telah mengerti risiko dan keuntungan dari investasi tersebut. Pastikan juga perusahaan tersebut memang legal secara badan hukum Indonesia. Sebelum menandatangani apa pun, pastikan dibaca seluruh klausa yang ada. Kemudian seperti semua investasi lainnya, pastikan investor maupun calon investor mengerti cara kerja investasi tersebut. Terakhir, ingat setiap investasi ada risikonya, semakin tinggi keuntungan yang dijanjikan, tersirat risiko yang semakin tinggi. Sementara itu Anda sebagai trader harus pintar memilih produk investasi, salah satunya dengan mengenali risiko. Jika sudah tahu risikonya, orang akan cenderung hati-hati.
Kaitannya Dengan Undang-Undang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur hubungan-hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer (computer crime) yang kemudian berkembang menjadi cyber crime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cyber crime yakni;
1. KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime)
Madjono Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh KUHP untuk menanganinya.
2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukan ketentuan khusus dalam KUHP atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana dibidang komputer.
A. Menurut Sahetapy, tentang bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi kejahatan komputer, karena tidak segampang itu menganggap kejahatan komputer berupa pencurian data sebagai suatu pencurian. Kalau dikatakan pencurian harus ada barang yang hilang. Sulitnya pembuktian dan kerugian besar yang mungkin terjadi melatarbelakangi pendapatnya yang mengatakan perlunya produk hukum baru untuk menangani kejahatan komputer agar dakwaan terhadap pelaku kejahatan tidak meleset.
B. Menurut J. Sudama Sastroandjojo, menghendaki perlu adanya ketentuan baru yang mengatur permasalahan tindak pidana komputer. Tindak pidana yang menyangkut komputer haruslah ditangani secara khusus, karena cara-caranya, lingkungan, waktu dan letak dalam melakukan kejahatan komputer adalah berbeda dengan tindak pidana lain.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP tentang cyber crime masing bersifat global. Namun berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya kasus dalam dunia maya (cyber) dan kategorisasi kejahatan cyber menurut draft convention on cyber crime maupun pendapat para ahli, penulis mengkategorikan beberapa hal yang secara khusus diatur dalam KUHP dan disusun berdasarkan tingkat intensitas terjadinya kasus tersebut yaitu;
a. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian
b. Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan/penghancuran barang
c. Delik tentang pornografi
d. Delik tentang penipuan
e. Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain
f. Delik tentang penggelapan
g. Kejahatan terhadap ketertiban umum
h. Delik tentang penghinaan
i. Delik tentang pemalsuan surat
j. Ketentuan tentang pembocoran rahasia dan;
k. Delik tentang perjudian
Menurut hukum pidana, pengertian benda diambil dari penjelasan Pasal 362 KUHP yaitu segala sesuatu yang berwujud atau tidak berwujud, (misalnya listrik) dan mempunyai nilai di dalam kehidupan ekonomi dari seseorang. Data atau program yang tersimpan di dalam media penyimpanan disket atau sejenisnya yang tidak dapat diketahui wujudnya dapat berwujud dengan cara menampilkan pada layar penampil komputer (screen) atau dengan cara mencetak pada alat pencetak (printer). Dengan demikian data atau program komputer yang tersimpan dapat dikategorikan sebagai benda seperti pada penjelasan Pasal 362 KUHP.
Menurut penjelasan pasal 362 KUHP, barang yang sudah diambil dari kekuasaan pemiliknya itu, juga harus berpindah dari tempat asalnya; padahal dengan meng-copy, data asli masih tetap ada pada media penyimpan semula. Namun untuk kejahatan komputer (termasuk didalamnya cyber crime) di sini, pengertian mengambil adalah melepaskan kekuasaan atas benda itu dari pemiliknya untuk kemudian dikuasai dan perbuatan itu dilakukan dengan sengaja dengan maksud untuk dimiliki sendiri: sehingga perbuatan mengcopy yang dilakukan dengan sengaja tanpa ijin dari pemiliknya dapat dikategorikan sebagai perbuatan “mengambil” sebagaimana yang dimaksud dengan penjelasan Pasal 362 KUHP.
Dalam sistem jaringan (network), peng-copy-an data dapat dilakukan secara mudah tanpa harus melalui izin dari pemilik data. Hanya sebagian kecil saja dari informasi dan data di internet yang tidak bisa “diambil” oleh para pengguna internet . Pencurian bukan lagi hanya berupa pengambilan barang / material berwujud saja, tetapi juga termasuk pengambilan data secara tidak sah.
Penggunaan fasilitas Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan kegiatan hacking dan carding erat kaitannya dengan delik pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pencuri biasanya lebih mengutamakan memasuki sistem jaringan perusahaan finansial seperti penyimpanan data kartu kredit, komputer-komputer di bank atau situs-situs belanja on-line yang ditawarkan di media internet dan data yang didapatkan secara melawan hukum itu diharapkan memberi keuntungan bagi si pelaku. Keuntungan ini dapat berupa keuntungan langsung (uang tunai) ataupun keuntungan yang didapat dari menjual data ke pihak ketiga (menjual data ke perusahaan pesaing).
http://auliadithaayu.blogspot.com/2013/05/mata-kuliah-kejahatan-kerah-putih-white.html