Etika Profesi
BAB I TINJAUAN UMUM ETIKA
1.1 Pengertian Etika
Kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan kebudayaan (1988) merumuskan etika dalam tiga arti sebagai berikut:
Ø Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Ø Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Ø Nilai mengenai benar salah yang dianut masyarakat.
Dari asal usulnya, etika berasal daari bahasa yunani ”ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari kata tersebut, akhirnya etika berkembang menjadi studi tentang kebiasan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Menurut profesor Robert salomon, etika dapat dikelompokkan menjadi dua definisi yaitu:
Ø Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik.
Ø Etika merupakan hukun sosial.etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta membatasi periaku manusia.
Pada perkembangannya, etika telah menjadi sebuah studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehndak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya. Pernyataan tersebut kembali di tegaskan oleh Sumaryono (1995) yang menyatakan bahwa etika merupakan studi tentang kebenaran dan ketidabenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia dalam perbuatannya.
1.2 Etika, Filsafat Ilmu Pengetahuan
Hubungan Etika, Filsafat Ilmu Pengetahuan, dapat digambarkan pada diagram berikut ini.
Gambar 1.1 Hubungan Etika, Filsafat Ilmu Pengetahuan
Dari gambar diatas bisa dilihat bahwa etika merupakat bagian dari filsafat. Filsafat sendiri merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, yang betugas meneliti dan menentukan semua fakta kongrit hingga yang paling mendasar. Ciri khas filsafat adalah upaya dalam menjelaskan pertanyaan selalu menimbilkan pertanyaan yang baru.
Abdul kadir (2001) memperinci unsur-unsur penting filsafat ilmu sebagai berikut:
Ø Kegiatan intelektual
Bahwa filsafat merupakan kegiatan yang memerlukan intelektualitas atau pemukiran .
Ø Mancari makna yang hakiki
Filsafat memerlukan interpretasi terhadap suatu dalam kerangka pencarian makna yang hakiki.
Ø Segala fakta dan gejala
Bahwa objik dari kegiatan filsafat adalah fakta dan gejala yang terjadi secara nyata.
Ø Dengan cara refleksi, metodis dan sistematis
Filsafat memrlukan suatu metode dalam kegiatannya serta membutukan prosedur-prosedur yang sistematis.
Ø Untuk kebahagian manusia
Tujuan akhir filsafat sebagai ilmu adalah untuk kebahagian manusia.
Etika merupakan bagian filsafat, yaitu filsafat moral. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk itu antara lain adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari perbuatan yang baik dan buruk, benar atau salah berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan dalam kehendaknya. Sebagai sebuah ilmu, etika juga berkembang menjadi study tentang kehendak manusia dalam mengambil keputusan untuk berbuat, yang mendasari hubungan antara sesama manusia. Disamping itu, etika juga merupakan study tentang pengembangan nilai moral untuk memungkinkan terciptanya kebebasan kehendak karena kesadaran, bukan paksaan. Adapun alasan yang terahir mengungkapakan bahwa etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang berupaya menunjukkan nilai-nilai hidup yang baik dan benar menurut manusia.
Dalam konteks etika sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan ini, perlu dilakukan pemisahan antara etika dan moral. Etika adalah ilmu pengetahuan, sedangkan moral adalah objek ilmu pengetahuan tersebut. Dan sebagai ilmu pengetahuan, etika menelaah tujuan hidup manusia, yaitu kebahagiaan sempurna, kebahagiaan yang memuaskan manusia, baik jasmani maupun rohani dari dunia sampai akhirat melalui kebenaran-kebenaran yang bersifat filosofis.
1.3 Etika, Moral dan Norma Kehidupan
Secara etimologis, etika dapat pula disamakan dengan moral.moral merasal dari bahasa latin”MOS”yang berati adat kebiasaan. Secara etimologis, kata moral sama dengan etika yaitu nilaia-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya didalam komunitas kehidupannya.
Hal senada disampaikan oleh Lawrence Konhberg(1927-1987), yang menyatakan bahwa etika dekat dengan moral. Lawrence menyatakan bahwa pendidikan moral merupakan integrasi sebagai ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi budaya, filsafat, ilmu pendidikan, bahkan ilmu politik. Hal-hal itu yang dijadikan dasar membangun sebuah etika.
Lawrence konhberg juga mencatat 6 orientasi tahap perkembangan moral yang dekat hubungannya
1. Orientasi pada hukuman, ganjaran, kekuatan fisik dan material.
Nilai-nilai yang bersifat kemanusiaan tidak di persoalkan pada orientasi ini. Orang cenderung takut pad hukuman dibandingkan sekedar menjalakan mana yang baik atau mana yang buruk.
2. Orientasi hidonistis hubungan manusia.
Orientasi ini melihat bahwa perbuatan benar adalah perbuatan yang memuaskan individu dan atau kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan formal di tempat umum, unsur kewajaran adalah timbal balik. Hal itu terlihat pada adanya tanggapan seperti ”jika anda merugikan saya, saya juga bisa merugikan anda”. Orientasi ini tak mempersoalkan kesetiaan, rasa terima kasih dan keadilan sebagai latar belakang pelaksanaan etika.
3. Orientasi konformitas
Orientasi ini sering disebut orientasi ”anak manis” dimana seseorang cenderung mempertahankan harapan kelompoknya, serta memperoleh persetujuan kelompoknya, sedangkan moral adalah ikatan antar individu. Tingkah laku konformitas dianggap tingkah laku wajar dan baik.
4. Orientasi pada otoritas
Pada orientasi ini orang lebih cenderung melihat hukum, kewajiban untuk mempertahankan tata tertib sosial, religius, dan lain-lain yang dianggap sebagai nilai utama dalam kehidupan.
5. Orientasi kontrak sosial
Orientasi ini dilatarbelakangi adanya tekanan pada persamaan derajat dan hak kewajiban timbal balik atas tatanan bersifat demokratis. Kesadaran akan relativitas nilai dan pendapat pribadi, pengutamaan pada prosedur dan upaya mencapai kesepakatan konstitusional dan demokratis, kemudian diangkat sebagai moralitas resmi kolompok tersebut.
6. Orientasi moral prinsip suara hati, individual, komprehensif, dan universal.
Orientasi ini memberi nilai tertiggi pada hidup manusia, dimana persamaan derajat dan martabat menjadi suatu hal pokok yang di pertimbangakan.
Beberapa ahli mebedakan etika dengan moralitas. Menurut Sony Keraf (1991) moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup dengan baik sebagai manusia. Nilai-nilai moral mengandung petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan lain sebagainya yang terbentuk secara turun-temurun melalui suatu budaya tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup dengan baik agar menjadi manusia yang benar-benar baik.
Frans Magnis Suseno (1987) memiliki pernyataan yang sepaham dengan pernyataan diatas, bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, sedangkan yang memberi manusia norma tentang bagaimana manusia harus hidup adalah moralitas. Etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma dan ajaran moral tersebut. Sebagai contoh moralitas langsung mengatakan kepada kita ”inilah cara anda melakukan sesuatu”…, sedangkan etika justru akan mempersoalkan ”mengapa untuk melakukan sesuatu tersebut harus menggunakan cara itu?”.
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa etika dan moral dapat digambarkan sebagai dua buah objek yang saling beririsan (intersection). Perhatikan hubungan keduanya seperti diagram venn dibawah ini.
Gambar 1.2 hubungan etika dengan moral
Disatu kondisi, etika berbeda dengan moral. Etika merupakan refleksi kritis dari nilai-nilai moral, sedangkan dengan kondisi berbeda ia bisa sama dengan moral, yaitu nilai-nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku didalam komunitas kehidupannya.
1.4 Pelanggaran Etika dan kaitannya dengan Hukum
Etika menjadi sebuah nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku di dalam kehidupan kelompok tersebut. Tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan tidak etis. Tindakan tidak etis yang di maksud disini adalah tindakan yang melangar etika yang berlaku dalam lingkungan kehidupan tersebut.
Jam husada (2002) mencatat beberapa faktor berpengaruh pada keputusan atau tindakan-tidakan tidak etis dalam sebuah perusahaan ,antara lain adalah:
a. Kebutuhan individu
Kebutuhan individu merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindakan-tindakan tidak etis.
b. Tidak ada pedoman
Tindakan tidak etis bisa saja muncul karena tidak adanya pedoman atau prosedur-prosedur yang baku tentang bagaimana melakukan sesuatu.
c. Perilaku dan kebiasaan individu
Tindakan tidak etis bisa juga muncul karena perilaku dan kebiasaan individu, tanpa memperhatikan faktorlingkungan dimana individu itu berada.
d. Lingkungan tidak etis
Kebiasaan tidak etis yang sebelumnya sudah ada dalam suatu lingkungan, dapat mempengaruhi orang lain yang berada dalam lingkungan tersebut untuk melakukan hal serupa. Lingkungan tidak etis ini terkait pada teori psikilogi sosial, dimana anggota mencari konformitas dengan lingkungan dan kepercayaan pada kelompok.
e. Perilaku atasan
Atasan yang terbiasa melakukan tindakan tidak etis, dapat mempengaruhi orang-orang yang berada dalam lingkup pekerjaannya dalam melakukan hal serupa.
Etika juga tidak terlepas dari hukum urutan kebutuhan (needs thoery). Menurut kerangka berpikir Maslow, yang paling pokok adalah pemenuhan kebutuhan jasmaniah terlebih dahulu agar dapat melaksanakan urgensi kebutuhan ekstrim dan aktualisasi diri sebagai profesional.
Pendapat kontrofersial responden Kohlberg menunjukkan bahwa menipu, mencuri, berbohong adalah tindakan etis apabila digunakan dalam kerangka untuk melanjutkan hidup. Kendala yang mempengaruhi adalah di satu pihak kode etik tak mempersoalkan urutan kebutuhan dalam penerapannya, namun dilain pihak kebutuhan jasmani tak pernah dapat terpuaskan, dan dapat dikonversikan menjadi bentuk ekstrim lain yang mungkin akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan yang melanggar etika.
Tindakan pelangaran terhadap etika seperti beberapa contoh diatas akan menimbulkan beberapa jenis sangsi:
Ø Sangsi sosial
Ø Sangsi hukum
Gambar 1.3 hubungan etika, moral dan hukum
Gambar tersebut dapat diartikan bahwa pelanggaran etika dan moral bisa saja menyentuh wilayah hukum dan akan mendapatkan sangsi hukum. Namun pada kondisi lain, bisa saja pelanggaran etika hanya mendapatkan sangsi sosial dari masyarakat karena pelanggran tersebut tidak menyentuh wilayah hukum positif yang berlaku.
1.5 Berbagai Macam Etika yang Berkembang di Masyarakat
Jika etika dihubungkan dengan moral, kita akan berbicara tentang nilai dan norma yang berkembang dalam kehidupan bermasyarakat. Dan jika dilihat berdasarkan nilai dan norma yang terkandung didalamnya, etika dapat dikelompokkan dalam dua jenis;
Ø Etika deskriptif
Etika deskriptif merupakan etika yang berbicara mengenai suatu fakta, yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.
Ø Etika normatif
Etika normatif merupakan etika yang memberikan penilaian serta hibauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku.
Perbedaan etika deskriptif dengan etika normatif adalah bahwa etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar utnuk mengambil keputusan tentang perilaku yang akan dilakukan, sedangkan etika normatif memberikan penilaian sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan di putuskan.
Sony keref (1991) mencatat ada dua norma yang berkembang, yaitu norma umum dan norma khusus. Norma umum merupakan norma yang memiliki sifat universal yang dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga kelompok, yaitu;
Ø Norma sopan santun,
Ø Norma hukum
Ø Norma moral
Adapun norma khusus merupakan aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan dalam lingkup yang lebih sempit. Misalnya menyangkut aturan menjenguk pasien di sebuah rumah sakit, aturan bermain dalam olahraga dan sebagainya.
Etika umum adalah etika tentang kondisi-kondisi dasar dan umum, bagaimana manusia harus bertindak secara etis. Etika ini merupakan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu tindakan.
Adapun etika khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam kehidupan khusus. Penerapan dalam bidang khusus tersebut misalnya bagaimana seseorang bertindak dalam bidang kehidupan tertentu yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan bagi manusia untuk bertindak secara etis. Hal itu dapat dilihat pada etika untuk melakukan kegiatan olah raga, etika untuk melakukan kegiatan pemasaran sebuah produk, dan lain sebagainya.
Gambar etika 1.4 Struktur Etika
1.6 Etika dan Teknilogi; Tantangan Masa Depan
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti refolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berfikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan. Para pakar ilmu kognitif telah menemukan bahwa ketika teknologi mengambil alih fungsi-fungsi mental manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian yang di akibatkan oleh hilangnya fungsi-fungsi tersebut dari kerja mental manusia.
Perubahan yang terjadi pada cara berfikir manusia sebagai salah satu akibat perkembangan teknologi tersebut, sedikit banyak akan berengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi tersebut menjadi kurang.
Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai oleh teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Sebenarnya, teknologi dikembangkan untuk membantu manusia dalam melaksanakan aktifitasnya. Hal itu karena manusia memang memilki kterbatasan.
BAB II. ETIKA COMPUTER: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
2.1 Sejarah Etika Computer
Sesuai awal penemuan teknologi computer di era 1940-an perkembangan etika computer juga di mulai dari era tersebutdan secara bertahap berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu baru dimasa sekarang ini. Perkembangan tersebut akan dibagi menjadi beberapa tahap seperti yang akan dibahas berikut ini.
2.1.1 Era 1940-1950-an
Munculnya etika kompuer sebagai sebuah bidang studydimulai dari pekerjaan professor Norbert Wiener. Selama perang dunia II ( pada awal tahun 1940-an) professor dari MIT ini mambantu mengembangkan suatu meriam anti pesawat yang mampu menembak jatuh sebuah pesawat tempur yang melintas diatasnya.
Tantangan universal dari proyek tersebut menyebabkan Wiener dan beberapa rekannya harus memperhatikan sisi lain dari perkembangan teknologi, yaitu etika. Pada perkembangannya, penelitian di bidang etika dan teknologi tersebut akhirnya menciptakan suatu bidang riset baru yang disebut Cybernetics atau The science of information feedback systems. Konsep cybernetics tersebut dikombinasikan dengan itu, membuat Wiener akhirnya menarik beberapa kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi yang sekarang dikenal dengan sebutan teknologi informasi (TI).
Dalam konsep penelitiannya, wiener meramalkan terjadinya refolusi social dan konsekuensi etis dari perkembangan teknologi informasi. Di tahun 1948, di dalam bukunya cybernetics; control and comunication in the animal and the machine, ia mengatakan:
“it has long been clear to me that the modern ultra-rapid computing machine was is principle an ideal central nervous system to an apparatus for automatic control; and that its input and output need not be in the form of numbers and diagrams. It might very well be, respedtively, the readings of artificial sense organs, such as photoelectric cells or thermometers, and the performance of motors or solenoids … we are already in a position to construct artificial machines of almost any degree of elaborateness of performance. Long before Nagasaki and the public awareness of the atomic bomb, it had occurred to me that we were here in the presence of another social pontentiality of anheard-of importance for good and for evil…”(byum, 2001).
Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Wiener mengungkapkan bahwa mesin komputasi modern pada prinsipnya merupakan system jaringan saraf yang juga merupakan peranti kendali otomatis. Dalam pemanfaatan mesin tersebut, manusia akan dihadapkan pada pengaruh social tentang arti penting teknologi tersebut yang ternyata mampu memberikan “kebaikan”, sekaligus “malapetaka”.
Pada tahun 1950, Wiener menerbitkan sebuah buku yang monumental, berjudul The Human Use of Human beings. Walaupun Wiener tidak menggunakan istilah “etika computer” dalam buku tersebeut, ia meletakkan suatu fondasi menyeluruh untuk analisa dan riset tenteng etika computer. Istilah etika computer sendiri akhirnya umum digunakan lebih dari dua decade kemudian. Buku Wiener ini mencakup beberapa bagian pokok tenteng hidup manusia, prinsip-perinsip hokum dan etika di bidang computer. Bagian-bagin pokok dalam buku tersebut adalah sebagai berikut (Bynum, 2001):
Ø Tujuan hidup manusia
Ø Empat prinsip-prinsip hokum
Ø Metoe yang tepat untuk menerapkan etika
Ø Diskusi tentang masalah-masalah pokok dalam etika komputer
Ø Contoh topik diskusi tentang etika komputer
2.1.2 Era 1960-an
Pada pertengahan tahun 1960-an, Donn Parker dari SRI International Menlo Park California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang tidak sah dan tidak sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer. Waktu itu Parker menyampaikan suatu ungkapan yang menjadi titik tolak penelitiannya, yaitu:
”that when people entered the computer center they left their ethics at the door.” (Fodor and Bynum, 1992) Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa ketika orang-orang masuk pusat komputer, mereka meninggalkan etika mereka di ambang pintu. Dalam perkembangannya, ia menerbitkan ”Rules of Ethics in Information Processing” atau peraturan tentang etika dalam pegolahan informasi. Parker juga dikenal menjadi pelopor kode etik profesi bagi profesonal di bidang komputer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968 ketika ditunjuk untuk memimpin pengembangan Kode Etik Profesional yang pertama dilakukan untuk Association for Computing Machinery (ACM).
2.1.3 Era 1970-an
Era ini dimulai ketika sepanjang tahun 1960, Joseph Wiezenbaum, ilmuan komputer MIT di Bostom, menciptakan suatu program komputer yang disebut ELIZA. Di dalam eksperimen pertamanya, ELIZA ia ciptakan sebagai tiruan dari ”Psychoterapist Rogerian” yang melakuakan wawancara dengan pasien yangg akan diobatinya.
Perkembangan komputer era 1970-an juga diwarnai dengan karya Walter Manner yang sudah mulai menggunakan istilah ”computer ethics” untuk mengancu pada bidang pemeriksaan yang berhadapan dengan permasakahan etis yang diciptakan oleh pemakaian teknologi komputer waktu itu. Maner menawarkan suatu kursus eksperimental atas materi pokok tersebut pada Old Dominion University in Virgina. Sepanjang tahun 1970-an sampai pertengahan1980, Maner menghasilkan banyak minat pada kursus tentang etika komputer setingkat universitas. Tahun 1978, ia juga mempublikasikan sendiri karyanya Starter Kit in Computer Ethics, yang berisi material kurikulum dan pedagogi untuk para pengajar universitas dalam pengembangan pendidikan etika komputer.
2.1.4 Era 1980-an
Tahun 1980-an, sejumlah konsekuensi sosial dan teknologi informasi yang etis menjadi isu publik di Amerika dan Eropa. Hal-hal yang sering dibahas adalah computer-enabled crime atau kejahatan komputer, masalah-masalah yang disebabkan karena kegagalan sistem komputer, invasi keleluasan pribadi melalui database komputer dan perkara pengadilan mengenai pkepemilikan perangkat lunak. Pekerjaan tokoh-tokoh etika komputer sebelumnyya seperti Parker, Weizenbaum, Maner dan yang lain, akhirnya membawa etika komputer sebagai disiplin ilmu baru.
Pertenganhan 80-an, James Moor dari Dartmouth College menerbitkan artikel menarik yang berjudul ”What Is computer Ethics?” sebagai isu khusus pada jurnal Metaphilosophy [Moor, 1985]. Deborah Johnson dari Rensselear Polytchnic Institut menerbitkan buku teks Computer Ethics [Johnson, 1985], sebagai teks pertama yang digunakan lebih dari satu dekade dalam bidang itu.
2.1.5 Era 1990-an Sampai Sekarang
Sepanjang tahun 1990, berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset, konferensi, jurnal, buku teks dan artikel menunjukkan suatu keanekaragaman yang luas tentang topik di bidang komputer.
Perkembangan yang cukup penting lainnya adalah kepeloporan simon regerson dari De Montfort Univercity (UK), yang mendirikan centre computing and social responsibility. Didalam pandangan regerson, ada kebutuhan dalam pertengahan tahun 1990 untuk sebuah ”generasi kedua” yaitu tentang perkembangan etika komputer;
The mid-19990s has heralded the beginning of a second generation of computer ethics. The time has come to build upon and elaborate the conceptual foundation whilst, in parallel, developing the frameworks within which practical action can occur, thus reducing the probability of unforeseen effect of information technology application (rogerson, bynum, 1997)
2.1.6 Etika Komputer di Indonesia
Sebagai negara yang ridak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi computer, Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang tersebut. Etika di bidang computer berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan oleh hampir semua perguruan tinggi di bidang computer di Indonesia.
1950-an
Norbert wiener(Profesor MIT)
1960-an
Donn Perker (SRI International Menlo park California)
1970-an
J. weizenbaum Walter Maner
1980-an
James Moor (Dartmouth college)
1990-an s/d
skrg
Donald Gotterbarn, Kieth Miller, simon Rogerson dianne martin dll.
2.2 Beberapa Pandangan Dalam Cakupan Etika Komputer
Ketika memutuskan untuk mengunakan istilah ”etika komputer” pada pertengah tahun 1970-an, wilter wener menggambarkan bidang tersebut sebagai bidang ilmu yang menguji ”permasalahan etis yang menjengkelkan, yang di ciptakan oleh teknologi komputer”. Mener berpendapat bahwa beberapa permasalahan etis sebelumnya sudah ada, diperburuk oleh munculnya komputer yang menimbulkan permasalhan baru sebagai akibat penerapan teknologi informasi.
Sementara Deborah Jonhson (1985) dalam bukunya computer ethics, menggambarkan bidang ini sebagai satu studi tentang cara yang di tempuh oleh komputer memiliki standar moral baru, yang memaksa kita sebagai penggunanya untuk menerapkan norma-norma baru pula di dalam dunia yang ” belum dipetakan”. Jonhson merekomendasikan etika terapan dengan pendekatan konsep dan prosedur penggunaan dari utilitarianisme dan kantianisme. Namun, berbeda dengan maner, ia tidak percaya bahwa komputer menciptakan permsalahan moral baru secara keseluruhan. Baginya, komputer memberi sebuah ” new twist” ke isu-isu etis sebelumnya yang telah ada.
James moor mendefinisikan etika didalam artikelnya ” what is computer ethics” yang ditulis pada tahun 1985. dalam artikel tersebut, moor mengartikan etika computer sebagai bidang ilmu yang tidak terikat secara khusus dengan teori ahli filsafat mana pun dan kompatibel dengan pendekatan metodologis yang luas pada pemecahan masalah etis.
Secara lebih lanjut, moor mengatakan bahwa teknologi komputer itu sebenarnya memiliki revolusioner kerena memiliki ” logically malleable”. Komputer disebut logically malleable karena bisa melakukan aktifitas apapun dalam membantu tugas manusia.hal ini terjadi karena komputer bekerja menggunakan suatu logika pemrograman tertentu yang bisa dibuat oleh programernya.
Menurut moor, revolusi komputer sedang terjadi dalam dua langkah. Langkah yang pertama adalah ” pengenalan teknologi” dimana teknologi komputer dapat dikembangkan dan disaring. Langkah yang kedua adalah ” penyebaran teknologi” dimana teknologi mendapatkan integrasi kedalam aktivitas manusia sehari-hari dan ke dalam institusi sosial, mengubah seluruh konsep pokok, seperti uang, pendidikan kerja dan pemilihan yang adil.
Gambar 2.2 dua tahap revolusi komputer menurut moor
Cara moor menggambarkan bidang etika komputer sangat sugestif dan kuat serta berakar di dalam suatu pemahaman tentang bagaimana revolusi teknologi berproses. Sekerang ini, pengertian yang diberikan moor adalah salah satu pengertian terbaik yang ada menyangkut bidang etika komputer tersebut.
Pada tahun 1990, Donald Gotterbarn mempelopori suatu pendekatan yang berbeda dalam melukiskan cakupan khusus bidang etika komputer. Dalam pandangan gotterbarn, etika komputer harus di pandang sebagai suatu cabang etika profesional, yang terkait semata-mata dengan standar kode dan praktik yang dilakukan oleh para profesional di bidang komputasi.
2.3 Isu-Isu Pokok Etika Komputer
2.3.1 kejahatan komputer
Kejahatan komputer dapat diartikan sebagai ” kejahatan yang di timbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal” (Andi Hamzah, 1989). Seiring dengan perkembangan pesat teknologi komputer, kejahatan bidang ini pun terus meningkat. Berbagai jenis kejahatan komputer yang terjadi mulai dari kategori ringan seperti penyebaran virus, spam email, penyadapan trasmisi sampai pada kejahatan-kejahatan kategori berat seperti misalnya carding (pencurian melalui internet), DoS(Denial of Service) atau melakukan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target sehingga ia tak dapat memberikan layanan lagi, dan sebagainya.
2.3.2 Cyber ethics
Salah satu perkembangan pesat di bidang komputer adalah internet. Internet, akronim dari interconnection networking, merupakan suatu jaringan yang menghubungkan komputer di seluruh dunia tanpa dibatasi oleh jumlah unit menjadi satu jaringan yang bisa saling mengakses. Dengan internet tersebut, stu komputer dapat berkomunikasi secara langsung dengan komputer lain diberbagai belahan dunia.
Perkembangan internet memunculkan peluang baru untuk membangun dan memperbaiki pendidikan, bisnis, layanan pemerintahan, dan demokrasi.namun, permasalahan baru muncul setelah terjadi interaksi universal di antara pemakainya.
Permasalahan-permasalahan tersebut diatas, menuntut adanya aturan dan prinsip dalam melakukan komunikasi via internet. Salah satu yang dikembangkan adalah Netiket atau Nettiqutte, yang merupakan salah satu acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet.
2.3.3 E-commmerce
Secara umum E-commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E-commerce merupakan warna baru dalam dunia perdagangan, dimana kegiatan perdagangan tersebut dilakukan secara elektronik dan online.
Dalam pelaksaan E-commerce menimbulkan beberapa isu menyangkut berbagai aspek hukum perdagangan dalam penggunaan sistem yang terbentuk secara online networking management tesebut. Beberapa masalah tersebut antara lain menyangkut prinsip-prinsip yurisdiksi dalam transaksi, permasalahan kontrak dalam transaksi elektronik, masalaha prlindungan konsumen, masalah pajak, kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital, dan sebagainya.
Dengan berbagai permaslahan yang muncul menyangkut perdagangan via internet tesebut, di perlukan acuan model hukum yang dapat digunakan sebagai standar transaksi. Salah satu acuan international yang banyak dugunakan adalah Uncitral model law om electronic commerce 1996.
2.3.4 Pelanggran Hak Atas Kekayaan Intelectual
Sebagai teknologi yang bekerja secara digital, computer memiliki sifat keluwesan yang tinggi. Hal itu bahwa jika informasi berbentuk digital maka secara mudah seseorang dapat menyalinnya sebagai untuk berbagi dengan orang lain. Sifat itu di satu sisi menimbulkan banyak keuntungan, tetapi di satu sisi juga menimbulkan permasalahan, terutama atas hak kekayaan intelektual.
Beberapa kasus pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tersebut antara lain adalah pembajakan perangkat lunak, softlifting(pemakaian lisensi melebihi kapasitas penggunaan yang seharusnya), penjualan CDROM ilegal atau juga penyewaan perangkat lunak ilegal.
2.3.5 Tanggung Jawab Prifesi
Seiring perkembangan teknologi pula, para peofesional di bidang komputer sudah melakukan spesialisasi bidang pengetahuan dan sering kali mempunyai posisi yang tinggi dan terhormat dikalangan masyarakat. Oleh karena alasan tersebut, mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi prifesi yang dijalaninya. Para profesional menemukan diri mereka dalam hubungannya dengan profesionalnya dengan orang lain mencakup pekekerjaan dengan pekerjaan, klien dengan profesional, profesional dengan profesional lain, serta masyarakat dengan profesional.
Di indonesia, organisasi profesi di bidang komputer yang didirikan sejak tahun 1974 yang benama IPKIN, juga sudah menetapkan kode etik yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan pemakain teknologi komputer di indonesia. Kode etik profesi tersebut menyangkut kewajiban pelaku profesi tehadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kewajiban pelaku profesi terhadap masyarakat, kewajiban pelaku profesi terhadap sesama pengemban profesi ilmiah, serta kawajiban pelaku profesi terhadap sesama umat manusia dan lingkungan hidup.
Munculnya kode etik tersebut tentunya memberikan gambaran adanya tanggung jawab yang tinggi bagi para pengemban profesi bidang komputer untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai seorang profesional dengan baik sesuai garis-garis profesionalisme yang di tetapkan.
BAB III PEKERJAAN, PROFESI DAN PEKERJAAN
3.1 Manusia dan Kebutuhannya
Sebagai mahluk yang istimewa, untuk melengkapi kehidupannya, manusia yang harus bekerja keras dan berkarya. Karya tersebut dilakukan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam kehidupannya. abdullahvMuhammad (2001) mengklarifikasikan kebutuhan manusia menjadi empat kelompok sebagai berikut;
1. kebutuhan ekonomi
2. kebutuhan psikis
3. kebutuhan biologis
4. kebutuhan manusia
kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan yang bersifat material, baik harta maupun benda yang diperlukan dalam kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kebutuhan ini misalnya sandang, pangan dan papan.
Kebutuhan psikis, merupakan kebutuhan yang bersifat nonmaterial untuk kesehatan dan ketenangan manusia, secara psikologi, bi.asa juga disebut kebutuhan rohani seperti misalnya agama, pendidikan, hiburan dan lain-lain.
Kebutuhan biologis, merupakan untuk kelangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi. Kebutuhan ini sering disebut juga kebutuhan sekual yang diwujudkan dalam prkawinan, membentuk keluarga dan lain sebagainya.
Kebutuhan pekerjaan, merupakan kebutuhan yang bersifat praktis untuk mewujudkan kebuthan-kebutuhan yang lain. Kebutuhan pekerjaan ini misalnya adalah profesi, perusahan lain sebagainya
3.2 Pekerjaan dan Profesi
Pada hakikatnya, bekerja adalah kodrat manusia. Agama mengajarkan kepada kita bahwa ketika Adam jatuh dalam dosa dan dibuang ke dunia maka saat itu juga manusia di kodratkan harus memahami bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak kecil pun manusia sebenarnya sudah bekerja, meskipun tidak dalam konteks untuk memenuhi kebutuhan ekonnomi dalam kehidupannya. Mereka berinteraksi dengan manusia lain dan melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam kehidupannya.
Thomas aquinas seperti yang dikutip oleh Sumaryono (1995) menyatakan bahwa setiap wujud kerja mempunyai empat macam tujuan, yaitu;
a Memenuhi kebutuhan hidup.
Hasil dari melakukan pekerjaan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, baik kebuthan akan pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan yang lain.
b Mengurang tingkat pengangguran dan kriminalitas
Adanya lapangan pekerjaan akan mencegah terjadinya pengangguran, yang berarti pula mencegah semakin merbaknya tindak kejahatan.
c Melayani sesama
Manusia dapat berbuat amal dan kebaikan bagi ke sesamanya dengan kelebihan dari hasil pekerjaan yang dilakukannya. Manusia juga dapat melayani sesama melalui pekerjaan yang dilakukannya.
d Mengontrol gaya hidup
Orang dapat mengontrol gaya hidupnya dengan melakukan suatu pekerjaan. Dengan bekerja, orang akan mendapatkan suatu rutinitas kegiatan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan rutinitas tersebut, tentunya orang akan mengatur, merencanakan dan mengontrol kegiatan apa yang akan dilakukan dalam kehiduspannya.
Profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya harus memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan ketramilan tertentu yang didapat melalui mengalaman kerja pad orang yang lebih dahulu menguasai ketrampilan tersebut., dan terus memperbaharui ketrampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Bulle seperti di kutip Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan ilmu pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi 3 aspek, yaitu ilmu pengetahuan tertentu, aplikasi kemmpuan /kecakapan, dan berkaitan dengan kepentingan umum.
Dari beberapa uraian mengenai prifesi seperti diatas, dapat disimpulkan beberapa catatan tentang profesi sebagai berikut.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan ketrampilan atau keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan pada umumnya.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai sumber utama untuk nafkah hidup dengan keterlibatan pribadi yang mendalam dalam menekuninya.
Prifesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban prifesi tersebut untuk terus memperbaharui ketrampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Kemudian, dari berbagai pengalaman tentang profesi, tercatat dua hal tentang profesi khusus yang dibedakan dari profesi-profesi pada umumnya. Dua kategori yang dianggap sebagai profesi khusus tesebut adalah profesi yang melibatkan hajat hidup orang banyak dan profesi yang merupakan profesi luhur dan menekankan pengabdian. Catatan pokok dari dua prifesi khusus tersebut adalah sebagi berikut;
pada profesi tertentu yang melibatkan hajat hidup orang banyak, gelar keprofesionlannya terssebut harus didapatkan oleh organisasi profesional yang di akui secara nasional maupun international, dan hanya kandidat yang lulus yang berhak menyandang gelar profesi ini dan melakukan untuk profesi ini.
Profesi luhur merupakan profesi yang menekankan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Sasaran utama profesi ini adalah mengabdi melayani kepentingan masyarakat, bukan semata-mata mencari nafkah hidup.
3.3 Profesi dan Profesional
Kembali menilik pada pengertian profesi yang telah dibahas sebelumnya, sorang pelaku profesi harus lah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Menguasai ilmu secara mendalam bidangnya
Di depan sudah dibahas bahwa sebuah profesi akan mengandalkan suatu profesional agar dapat menjelankan tugasnya dengan baik. Seorang yang profesional adalah seseorang yang menguasai ilmu secara mendalam dibidangnya, tidak setengah-setengah atau sekedar tahu saja sehingga benar-benar memehami hakikatnya pekerjaan yang ditekuninya.
b. Mampu mengonversikan ilmu menjadi ketrampilan.
Seorang yang profesional juga harus mampu mengonversikan ilmunya menjadi suatu ketrampilan. Ketrampilan, artinya dapat melakukan praktik-praktik atau kegiatan-kegiatan khusus sesuatu tugas dan pekerjaan dengan baik. Orang yang profesional adalah seorang tidak sekedar tahu banyak hal tentang sebuah ”teori”, tetapi juga mampu mengaplikasikan dalam kegiatan yang dilakukan.
c. Selalu menjujung tinggi etika dan integritas profesi.
Biasanya pada setiap profesi, khususnya profesi luhur atau profesi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak terhadap suatu aturan yang disebut ”kode etik” profesi. Sebagai contoh adalah kode etik kedokteran, kode etik wartawan dan sebagainya. Kode etik disebut merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi yang harus ditaati oleh semua anggota yang bersangkutan.
Selanjutnya, seorang yang profesional adalah seseorang yang menjalankan profesinya secara benar dan melakukan menurut etika dan garis-garis profesionalisme yang berlaku pada profesional tersebut. Untuk menjadi seorang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut:
Komitmen Tinggi.
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.
Tanggung Jawab Tinggi.
Seorang profesinal juga harus bertanggungjawab penuh terhadap apa yang dilakukanya ssendiri.
Berfikir Sistematis.
Seorang profesional harus mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukan dan belajar dari pengalamannya.
Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan dan materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.
menjadi bagian masyarakat profesional.
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
Titik penekanan dari profesional adalah penguasaan ilmu tentang ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapan. Meister(1997) mengemkakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, tetapi lebih merupakan sebuah sikap. Pengembangan profesional pada seseorang teknisi bukan hanya merujuk pada ketrampilan yang tinggi, melainkan juga tingkah laku yang sesuai kriteria .
Selanjutnya, untuk meningkatkan nilai profesionalisme suatu profesi serta untuk membentuk suatu standarisasi profesi, biasanya dibentuk organisasi-organisasi profesi. Organisasi profesi ini mengatur keanggotaan, membuat kebijakan etika profesi yang harus diikuti semua anggota, memberi sanksi bagi anggota yang melanggar etika profesi, dan membantu anggota untuk dapat terus memperbaharui pengetahuannya sesuai perkembangan teknologi.
Beberapa organisasi profesi telah berkembang di indonesia dengan harapan semakin meningkatkan profesionalisme para pelaku profesi tersebut. Caranya, dengan memberikan garis-garis atau pedoman profesionalisme. Organisasi ini juga merupakan bagian dari sebuah pengembangan profesi dalam proses profesionalisme untuk mengembangkan profesi ke arah status profesional yang diakui oleh pemerintah dan masyarakat pengguna jasa.
3.4 Mengukur Profesionalisme
Seringkali kata profesional ditambah dengan ” isme ” yang kemudian menjadi profesionalisme. Kata isme berarti paham. Ini berarti pula bahwa nilai-nilai profesional harus menjadi bagian dari jiwa seseorang yang mengemban sebuah profesi. Selanjutnya, muncul pertanyaan mengenai bagaimana mengukur profesionalisme seseorang?
Sebelum mengukur profesionalisme, harus dipahami terlebih dahulu bahwa profesionalisme diperoleh melalui suatu proses. Proses tersebut dikenal dengan istilah ” proses profesional ”. Proses profesional atau profesionalisasi adalah proses evolusi yang mengunakan pendekatan orgaisasi dan sistematis untuk mengembangkan profesi kearah status profesional.
Untuk mengukur sebuah profesionalisme, tentunya perlu diketahui terlebih dahulu standar profesional. Secara teoritis menurut Gilley dan Enggland (1989), standar profesional dapat diketahui dengan empat perspektif pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan berorientasi filosofis.
b. Pendekatan perkembbangan bertahap.
c. Pendekatan berorientasi karakteristik.
d. Pendekatan berorientasi non-tradisional.
Selanjutnya, akan dibahas empat perspektif pendekatan tersebut seperti berikut di bawah ini:
3.4.1 Pendekatan Orientasi Filosofi
Pendekatan orientasi filosofi ini melihat tiga hal pokok yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat profesionalisme sebagai berikut:
a. Pendekatan Lambang Profesional
Lambang profesional yang dimaksud antara lain seperti sertifikat, lisensi, dan akreditasi. Sertifikasi merupakan lambang bagi individu yang profesional dalam bidang tertentu. Misalnya, seseorang yang ahli dalam menjalankan suatu program komputer tertentu berhasil melalui ujian lembaga sertifikasi tersebut sehingga akan mendapatkan sertifikat berstandard internasional. Adapun lisensi dan akreditasi merupakan lambang profesional untuk produk ataupuun institusi. Sebagai contoh, lembaga pendidikan yang telah dianggap profesional oleh umum adalah lembaga pendidikan yang telah memiliki status terakreditasi, dan lain-lain. Akan tetapi, penggunaan lambang ini kurang diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan formal.
b. Pendekatan Sikap Individu
Pendekatan ini melihat bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh umum dan bermanfaat bagi penggunanya. Sikap individu tersebut antara lain adalah kebebasan personal, pelayanan umum, pengembangan sikap individual dan aturan-aturan yang bersifat pribadi. Orang akan melihat bahwa individu yang profesional adalh individu yang memberikan layanan yang memuaskan dan bermanfaat bagi pengguna jasa profesi tersebut.
c. Pendekatan Electic
Pendekatan ini meihat bahwa proses profesional dianggap sebagai kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan dan standar tertentu. Hal ini berarti bahwa pandangan individu tidak akan lebih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama.
Pendekatan electic ini merupakan pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistem, dan pemikiran akademis. Dengan kesatuan item-item tersebut di atas, masyarakat akan melihat kualitas profesionalisme yang dimiliki oleh seseorang individu ataupun yang mewakili institusi.
3.4.2 Pendekatan Perkembangan Bertahap
Di bagian depan telah dijelaskan bahwa proses profesionalisme adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistematis untuk mengembangkan profesi kearah status profesional. Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah dalam proses berikut:
a. Berkumpulnya individu-individu yang memiliki minat yang sama terhadap suatu profesi.
b. Melakukan identifikasi dan adopsi terhadap ilmu pengetahuan tertentu untuk mendukung profesi yang dijalaninya. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan latar belakang akademis para pelaku profesi tersebut.
c. Setelah individu-individu yang memiliki minat yang sama berkumpul, selanjutnya para praktisi akan terorganisasi secara formla pada suatu lembagayang diakui oleh pemerintah dan masyarakat sebagai sebuah organisasi profesi.
d. Membuat kesepakatan mengenai persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan hakikat sebuah profesi, yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan atau ketrampilan tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai ketrampilan tersebut.
e. Menentukan kode etik profesi yang menjadi aturan main dalam mmenjalankan sebuah profesi yang harus ditaati oleh semua anggota profesi yang bersangkutan.
f. Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu seperti syarat akademis dan pengalaman melakukan pekerjaan di lapangan. Hal ini berkembang sesuai tuntutan tingkat pelayanan yang diberikan kepada para pengguana jasa profesi tersebut.
3.4.3 Pendekatan Berorientasi Karakteristik
Orientasi ini melihat bahwa proses profesional juga dapat ditinjau dari karrakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan proses profesional yang saling terkait, yaitu:
a. Kode etik profesi yang merupakan aturan main dalam menjalankan sebuah profesi
b. Pengetahuan yang terorganisir yang mendukung pelaksanaan sebuah profesi.
c. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus.
d. Tingkat pendidikan minimal dari sebuah profesi.
e. Sertifikasi keahlian yang harus dimiliki sebagai salah satu lambang profesional.
f. Proses tertentu sebelum memangku profesiuntuk bisa memikul tugas dan tanggung jawab dengan baik. Proses tersebut misalnya adalah riwayat pekerjaan, pendidikan atau ujian yang dilakukan sebelum memangku sebuah profesi.
g. Adanya kesempatan untuk menyebarluaskan dan bertukar ide diantara anggota.
h. Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malapraktik dan pelanggaran kode etik profesi.
3.4.4 Pendekatan Orientasi Non-Tradisional
Pendekatan orientasi non-tradisional menyatakan bahwa seseorang dengan bidang tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan sebuah profesi. Orientasi ini memandang perlunya dilakukan identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya standarisasi profesi untuk menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan, sertifikasi profesional, dan sebagainya.
BAB VI PROFESI DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
4.1 Gambaran Umum Pekerjaan Di Bidang Teknologi Informasi
Dengan posisi tenaga kerja di bidang teknologi informasi (TI) yang sangat bervariasi, menyelesaikan skala bisnis dan kebutuhan pasar, maka sangat sulit mencari standardisasi pekerjaan di bidang ini. Namun, setidaknya kita dapat mengkalsifikasikan tenaga kerja di bidang teknologi informasi tersebut berdasarkan jenis dan kualifikasi pekerjaan yang ditanganinya. Berikut adalah penggolongan pekerjaan di bidang teknologi informasi yang berkembang belakangan ini.
Secara umum, pekerjaan di bidang teknologi informasi setidaknya terbagi dalam empat kelompok sesuai bidangnya.
Kelompok pertama, adalah mereka yang bergulat di dunia perangkat lunak (software), baik mereka yang merancang sistem operasi, database mauppun sistem aplikasi. Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti misalnya:
sistem analis, merupakan orang yang bertugas menganalisa sistem yang akan diimplementasikan mulai dari menganalisa sistem yang ada, kelebihan dan kekurangannya, sampai study kelayakan dan desain sistem yang akan dikembangkan.
Programer, meruakan orang ynag bertugas mengimplementasikan rancangan sistem analis, yaitu membuat program (baik aplikasi maupun sistem operasi) sesuai sistem yang dianalisa sebelumnya.
Web dsigner, merupakan orang yang melakukan kegiatan perencanaan, termasuk studi kelayakan, analisis dan desain terhadap suatu proyek pembuatan apllikasi berbasis web.
Web programer, merupakan orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan web designer, yatiu membaut program berbasis web yang telah dirancang sebelumnya.
Dan lain-lain.
Kelompok kedua, adalah mereka yang bergelut di bidang perangkat keras ( hardware ). Pada lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti:
Technical engineer, sering juga di sebut teknisi yaitu orang yang berkecimpung dalam bidang teknik, baik mengenai pemeliharaan maupun perbaikan perangkat sistem komputer.
Networking Engineer, adalah orang yang berkecimpung dalam bidang teknisi jaringan komputer dari maintenance sampai pada troubleshooting-ya.
Dan lain-lain.
Kelompok ketiga, adalah mereka yang berkecimpung dalam operasional sistem informasi. Pada lingkungan kelompok ini terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti:
EDP Operator, adalah orang yang bertugas mengoperasikan program-program yang berhubungan dengan electronic data processing dalam lingkungan sebuah perusahaan atau organisasi lainnya.
System Administrstor, merupakan orang bertugas melakukan administrasi terhadap sistem, melakukan pemeliharaan sistem, memiliki kewenangan mengatur hak akses terhadap sistem, serta hal-hal yang berhubungan dengan pengaturan operasional sebuah sistem.
c. MIS Director, merupakan orang yang memiliki kewenangan paling tinggi terhadap sebuah sistem informasi, melakukan manajemen terhadap sisten tersebut secara keseluruhan baik perangkat keras, perangkat lunak maupun sumber daya manusianya.
d. Dan lain-lain.
Kelompok yang keempat, adalah mereka yang berkecimpung di pengembangan bisnis teknologi informasi. Pada bagian ini, pekerjaan diidentifikasikan oleh pengelompokankerja di berbagai sektor di industri di teknologi informasi.
4.2 Profesi Di Bidang TI Sebagai Profesi
Julius hermawan (2003), mencatat dua karakteristik yang dimiliki ooleh software engineer sehingga pekerjaan tersebut layak disebut sebuah profesi. Dua karakteristik tersebut adalah kompentensi dan adanya tanggung jawat pribadi.
Komponen yang di maksud yaitu suatu sifat yang selalu menuntut suatu profesional software engineer untuk memperdalam dan mempeebaharui pengetahuan dan ketrampilannya sesuai ketentuan profesinya. Seorang software engineer tidak boleh berhenti belajar karena dunia software enginering terus berkembang dan berubah dengan cepat. Profesi software engineer tidak melekat seumur hidup, hanya sepanjang seseorang terus mengikuti tuntunan profesinya. Ini sesuai dengan etika profesi yang berlaku umum bahwa hanya profesional yang berkompten yang berhak melakukan pekerjaan di bidangnya.
Kedua adalah tanggung jawab pribadi. Yang di maksud yaitu kesadaran untuk membebankan hasil pekerjaannya sebagai tanggung jawab pribadi. Seorang software engineer harus mengenal kemampuan dirinya sehingga bisa mempertanggungjawakan semua pekerjaan yang dilakukannya secara moral: selalu mengkomendasikan apa adanya, melakukan pekerjaan yang menjadi bidang kompetensinya, dan memdahulukan kepentingan umum.
Agar dapat melaksankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar, seorang software engineer perlu terus mengembangkan bidang ilmu dalam pegembangan peranglakt lunak seperti misalnya:
a. Bidang ilmu metodologi pengembangan perangkat lunak
Bidang ilmu tersebut mencakup teknik analisa masalah, desain atau perancangan sistem yang ada dan yang akan di bangun, serta implementasi pemrograman daru disain manjadi perangkat lunak siap pakai.
b. Manajemen sumber daya
Bidang ilmu tentang bagaimana merencanakan, mengadakan, mengawasi, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk keperluan pengembangan perangkat lunak yang dibangunnya.
c. Mengelola kolompok koerja
Merupakan bidang ilmu manajemen dan organisasi tentang bagaimana melakukan sinergi antarkomponen dalam sebuah kelompok kerja untuk mencapai tujuan tertentu.
d. Komunikasi
Merupakan bidang ilmu yang mempelajari teknik komunikasi dan interaksi dengan manusia lain.
Untuk itu sorang software engineer idealnya merupakan seseorang yang memiliki pendidikan format setingkat sarjana atau diploma dengan ilmu yang merupakan gabungan dari bidang-bidang.
sumber: 4ies.wordpress.com/about/